Liputan6.com, Jakarta Google, perusahaan multinasional berbasis daring ini tengah bersengketa menyoal pajak dengan Indonesia. Pasalnya selama 5 tahun beroperasi di Indonesia, Google tidak membayar pajak. Hal tersebut memang berkaitan dengan status kantornya di Indonesia yang hanya sebagai kantor perwakilan saja bukan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Google menempatkan kantornya di Singapura, yang dikenal memiliki pajak penghasilan terendah di Asia. Pemerintah Indonesia kini tengah menggodok peraturan dan mencari cara agar perusahaan berbasis daring bisa ditarik pajak. Bukan hanya mengejar Google, Pemerintah Indonesia juga mengincar Facebook, Twitter dan Yahoo. Pasalnya nilai transaksi bisnis periklanan mencapai Rp 11,6 triliun dan 70 persennya dikuasai perusahaan-perusahaan multinasional tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Kasus pajak ini bukan hanya dialami oleh Indonesia namun juga negara-negara lain seperti Inggris, Prancis, Italia, dan Australia. Google memanfaatkan celah hukum yang ada untuk menghindari pajak secara legal. Bagaimana cara Google menghindari pajak?
Salah satu trik yang banyak diketahui orang adalah dengan skema Double Irish Dutch Sandwich. Keuntungan Google di luar Amerika Serikat, tidak langsung masuk ke kantor pusatnya untuk menghindari pajak pemasukan perusahaan sebesar 35 persen. Google mentransfer dana pemasukan global mencakup area Eropa, Timur Tengah dan Afrika ke Irlandia.
Di Irlandia, Google memiliki dua anak perusahaan. Anak perusahaan pertama digunakan untuk mengumpulkan semua pemasukan, sedang anak perusahaan kedua yang memegang hak paten dan properti intelektual Google. Anak perusahaan pertama akan mentransfer dana ke anak perusahaan kedua sebagai pembayaran royalti, dimana dikenai pajak lebih rendah.
Namun transfer royalti itu pun tidak langsung dkirimkan, Google mentransfer lebih dulu ke anak perusahaan di Belanda untuk menghindari pajak royalti di Irlandia sebesar 12,5 persen. Anak perusahaan kedua ini meskipun berada di Irlandia namun memiliki kantor pusat di Bermuda sebagai Tax Haven sehingga tidak dikenai pajak pemasukan korporasi. Jika sudah masuk area Tax Haven, dana akan sulit dilacak.
Jika perkiraan kasar omzet Google di Indonesia mencapai Rp 3 triliun, maka Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan yang harus dibayarkan Google sedikitnya mencapai Rp 2,75 triliun. Uang senilai tersebut sama dengan anggaran PT. KAI untuk menambah armada dan membenahi jalur trans-Sumatera. Wajar jika Pemerintah Indonesia harus bertindak cepat untuk bisa menarik pajak dari perusahaan-perusahaan multinasional tersebut. (rn)