Irman Gusman Akui Kontak Dirut Bulog, Bantah Jual Pengaruh

Irman Gusman diduga menerima suap Rp 100 juta dari Xaveriandy dan Memi.

oleh Oscar Ferri diperbarui 04 Okt 2016, 12:21 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2016, 12:21 WIB
Ketua DPD RI Irman Gusman
Awalnya Ketua DPD RI, Irman Gusman, tidak begitu saja mengakui menerima uang Rp100 juta diduga suap dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya saat tim KPK melakukan OTT di rumah dinasnya, Jakarta, Sabtu (17/9). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua DPD RI Irman Gusman mengakui mengontak Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog) Djarot Kusumayakti terkait distribusi gula impor ke wilayah Sumatera Barat tahun 2016. Hal itu dikatakan Irman saat memenuhi pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Irman diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Memi, istri dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya (SB), Xaveriandy Sutanto. Irman mengatakan, dia menelepon Djarot karena harga gula di Padang, Sumbar tinggi.

"Ya itu kan di Padang lagi ada krisis gula ya, harga tinggi. Sebagai wakil rakyat tentu saya harus membantu rakyat supaya harganya itu jadi normal," ujar Irman di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/10/2016).

Namun dia membantah 'menjual' pengaruh sebagai Ketua DPD kepada Xaveriandy dengan menelepon Djarot. Sebab, setelah kontak nirkabel dengan Djarot itu, Bulog kemudian mengirim penambahan distribusi gula impor kepada CV Semesta Berjaya untuk wilayah Sumbar.

"Tidak, tidak. Saya tidak punya kewenangan, saya tidak berpengaruh. Saya hanya mengartikulasikan harga (gula) tinggi di Padang itu waktu saya kunjungan kerja Rp 16 ribu, harusnya Rp 14.500. Tugas sebagai anggota dewan itu yang saya laksanakan," kata Irman.

Dia membantah mengarahkan agar Bulog‎ memberikan penambahan jatah gula impor ke CV Semesta Berjaya. Dia mengaku tidak berhubungan Xaveriandy selaku Dirut CV Semesta Berjaya. Namun dia mengakui punya hubungan dengan Memi.

‎"Tidak. Saya tidak ada hubungan dengan Xaveriandy Sutanto ya. Kalau dia (Memi) pernah membeli tanah," ucap Irman yang daerah pemilihan (dapil) berasal dari Sumbar.

Penetapan Tersangka

KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan suap rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor wilayah Sumatera Barat tahun 2016 yang diberikan Bulog kepada CV Semesta Berjaya. Ketiganya yakni mantan Ketua DPD RI Irman Gusman, Direktur Utama CV Semesta Berjaya yaitu Xaveriandy Sutanto, dan istri Xaveriandy bernama Memi‎.

Irman diduga menerima suap Rp 100 juta dari Xaveriandy dan Memi sebagai hadiah atas rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor untuk CV Semesta Berjaya tersebut.

Irman Gusman selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Sementara Xaveriandy dan Memi sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penetapan tersangka ketiga orang ini merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Tim Satgas KPK di rumah dinas Ketua DPD RI di kawasan Widya Candra, Jakarta. Sejumlah orang, termasuk Irman, Xaveriandy, dan Memi diamankan oleh tim satgas bersama dengan barang bukti uang Rp 100 juta.

OTT itu merupakan hasil pengembangan penyelidikan KPK terkait kasus dugaan suap terhadap jaksa Kejaksaan Negeri Padang, Farizal yang dilakukan oleh Xaveriandy dalam perkara distribusi gula impor tanpa sertifikat SNI di Pengadilan Negeri Padang, Sumatera Barat. Dari pengembangan penyelidikan kasus itu, tim penyelidik KPK mendapat informasi yang berhubungan dengan Irman Gusman.

‎Adapun dalam perkara distribusi impor gula tanpa SNI itu, Xaveriandy sebagai terdakwa memberi suap Rp 365 juta kepada Farizal. Farizal merupakan Jaksa yang mendakwa Xaveriandy dalam perkara tersebut. Namun dalam praktiknya, Farizal bertindak seolah-olah sebagai penasihat hukum Xaveriandy dengan cara membuatkan eksepsi dan mengatur saksi-saksi yang menguntungkan Xaveriandy.

KPK kemudian menjerat Xaveriandy selaku pemberi suap dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Farizal sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya