IJTI: Kekerasan Terhadap Jurnalis Bahayakan Hak Informasi

Aparat diminta menjamin dan melindungi para jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya.

oleh Liputan6 diperbarui 07 Nov 2016, 07:11 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2016, 07:11 WIB
 Demo Tolak Kekerasan terhadap Wartawan
Seorang wartawan membentangkan poster saat aksi solidaritas tolak kekerasan terhadap jurnalis di Bundaran HI, Jakarta, Jumat (14/11/2014). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Pilkada serentak 2017 akan diikuti oleh 101 daerah se-Indonesia. Dalam ajang tersebut, potensi ancaman dan kekerasan terhadap jurnalis ditengarai kerap muncul.

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menegaskan, upaya ancaman dan kekerasan terhadap jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya merupakan bentuk pelanggaran hukum. Pasalnya tugas dan tanggungjawab para jurnalis dilindungi dan dijamin Undang-undang Pers No 40 Tahun 1999.

"Meminta aparat kepolisian bersikap tegas menindak siapapun baik masyarakat sipil maupun non sipil yang telah mengancam dan melakukan tindak kekerasan kepada para jurnalis," kata Ketua Umum IJTI, Yadi Hendriana dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Senin (7/11/2016).

Selain itu pihaknya juga meminta aparat menjamin dan melindungi para jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya. Dan bagi yang merasa dirugikan atas pemberitaan, hendaknya dapat melalui mekanisme yang berlaku, seperti menggunakan hak jawab, meminta koreksi, hingga mengadukan ke Dewan Pers.

"Meminta kepada semua pihak untuk tidak membuat dan menyebarkan ujaran kebencian yang dapat memicu tindak kekerasan kepada para jurnalis di media sosial," ujar dia.

Yadi juga menekankan agar para jurnalis dan media wajib menjaga independensinya, menjalankan tugasnya secara profesional, patuh pada kode etik, bisa memilih dan memilah setiap sumber informasi yang dapat dipercaya, akurat, berimbang serta berdampak positif masyarakat banyak.

"Jurnalis tidak boleh mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, selalu menguji informasi dan mengedepankan asas praduga tak bersalah. Juga harus menggunakan narasumber kredibel dan tidak provokatif sehingga tidak memperkeruh situasi," terang Yadi.

Di tengah banyaknya informasi yang tidak terkontrol dan cenderung menyesatkan di media sosial ini, lanjut dia, jurnalis juga diminta harus senantiasa memberikan informasi yang mencerahkan.

"Secara umum, IJTI memandang jika terjadi kekerasan terus-menerus makan akan membahayakan hak informasi yang berimbang dan sehat akan terhambat dan merugikan publik," demikian Yadi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya