Hari Anti-Korupsi, Menyisir Kiprah KPK Jilid IV

Setahun silam, 5 orang diambil sumpahnya dan dilantik Presiden Joko Widodo untuk menjadi Pimpinan KPK. Bagaimana kiprah mereka setahun ini?

oleh Oscar Ferri diperbarui 09 Des 2016, 07:20 WIB
Diterbitkan 09 Des 2016, 07:20 WIB
20151221-Pelantikan Pimpinan KPK 2015-2019-Jakarta-Faizal Fanani
(Ki-ka) Saut Situmorang, Alexander Marwata, Basaria Panjaitan, Agus Rahardjo, Laode M Syarif tiba di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/12/2015). Presiden Jokowi melantik lima pimpinan KPK periode 2015-2019. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Setahun silam, lima orang diambil sumpahnya dan dilantik Presiden Joko Widodo untuk menjadi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kelimanya, Agus Rahardjo, Laode M Syarief, Thony Saut Situmorang, Alexander Marwata, dan Basaria Panjaitan.

Kini, hampir 365 hari empat arjuna dan satu srikandi itu menahkodai kapal pemberantasan korupsi bernama KPK. Tentu bukan perkara mudah mengarungi samudera di tengah banyaknya 'badai' korupsi‎ di Tanah Air.

Namun, mereka punya strategi dan langkah untuk mengatasi itu. Pada sejumlah kesempatan, mereka sepakat untuk menekankan pada pencegahan korupsi ketimbang penindakan.

Seiring berjalannya waktu, di era pimpinan KPK jilid IV ini, sudah 15 operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan. Tentu, jumlah penindakan itu tidaklah sedikit, mengingat rentang waktunya hanya 12 bulan.

Lalu apakah pencegahan KPK yang selama ini didengungkan sudah cukup efektif? Terutama jika melihat masih banyaknya penindakan yang dilakukan ‎KPK.

Mengenai itu, Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gajah Mada (UGM), Fariz Fachryan tak memungkiri‎. Sejatinya penindakan yang ditekankan KPK memang belum terasa. Karena kalau dilihat dari perspektrum yang lebih luas, maka agenda pencegahan harusnya jadi agenda bersama stakeholder lain, baik lembaga penegak hukum maupun kementerian/lembaga negara.

"Agenda ini belum jadi agenda bersama penegak hukum dan kementerian/lembaga negara lain. Jadi ya pencegahan korupsi pun belum maksimal‎‎ dilakukan," ujar Fariz kepada Liputan6.com, Kamis 8 Desember 2016.

Meski begitu, dia mengapresiasi apa yang sudah dilakukan Agus Rahardjo cs. Terutama dengan keberaniannya yang menangkap tangan pejabat besar, seperti Ketua DPD Irman Gusman‎. Belum lagi penanganan kasus-kasus besar yang selama ini jalan di tempat, semacam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan E-KTP pada 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.

"Jika melihat kasus-kasus yang telah diusut tuntas, tentu hal tersebut perlu diapresiasi. Karena beberapa aktor penting diciduk oleh KPK, seperti Ketua DPD. Selain aktor yang besar, kasus dengan kerugian yang besar seperti e-KTP juga mulai jalan. Tentu kita tidak bisa menutup mata soal hal tersebut," kata Fariz.

Nah, di tengah menumpuknya agenda pemberantasan korupsi ini, Fariz menggarisbawahi, KPK tidak boleh melupakan kasus-kasus besar lainnya yang terbengkalai. Kasus-kasus itu sampai saat ini belum terdengar kembali gaungnya.

Dia mencontohkan kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), kasus-kasus rekening gendut pejabat atau penyelenggara negara, serta kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Ini adalah hutang yang akan terus ditagih publik. Karena jika janji itu tidak dipenuhi, tentu publik akan mengingat tentang kinerja KPK yang tak mampu mengungkap kasus-kasus besar. Dan KPK sendiri berjanji untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut," ucap Fariz.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya