Guru Besar Unsoed: Banyak Kesaksian Tak Bernilai dalam Kasus Ahok

Empat saksi telah dihadirkan dalam sidang keempat kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Ahok.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 05 Jan 2017, 07:07 WIB
Diterbitkan 05 Jan 2017, 07:07 WIB
20170103-Sidang Keempat Ahok-Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bersiap menjalani sidang lanjutan dugaan penistaan agama di Gedung Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (3/1). Sidang keempat kasus Ahok ini digelar secara tertutup. (Liputan6.com/Irwan Rismawan/Pool)

Liputan6.com, Jakarta - Empat saksi telah dihadirkan dalam sidang keempat kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Ahok pada Selasa 3 Januari 2016. Mereka adalah Habib Novel Chaidir Hasan Bamukmin, Gusjoy Setiawan, Muchsin alias Habib Muchsin, dan Samsu Hilal.

Dalam keterangannya, mayoritas saksi yang hadir mengaku tidak melihat langsung saat Ahok diduga menistakan agama di Kepulauan Seribu. Mereka hanya tahu dari video berdurasi 13 detik yang dipenggal dari rekaman aslinya selama 1 jam 40 menit.

Terkait hal itu, guru besar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Hibnu Nugoho menyatakan, kesaksian dengan hanya melihat penggalan video jelas tak bernilai.

"Pengaruh hukumnya, kesaksian yang tidak bernilai, karena terminologi saksi adalah apa yang dilihat, didengar dan diketahui," ucap Hibnu kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (5/1/2017).

Dia meminta agar bisa membedakan mana saksi terlapor dan saksi fakta. Menurutnya, yang harus dihadirkan adalah saksi fakta atau yang melihat kejadian langsung.

"Dalam sidang harusnya saksi fakta. Saksi pelapor sifatnya hanya memberitahukan adanya dugaan tindak pidana," jelas Hibnu.

Meski kasus ini terkesan dipaksakan, ia meminta semua pihak di pengadilan harus tetap bisa membuktikan kesalahan Ahok dan mencari kebenaran, sebagaimana asas peradilan yang baik dan benar tanpa intervensi.

"Kesan dipaksakan? Saya kira semua orang tahu, kasus ini super cepat. Waktu itu Presiden, Kapolri pun sampai membuat deadline. Oleh karena itu, di pengadilan inilah dibuka untuk mecari kebenaran yang sebenarnya berdasarkan asas-asas peradilan yang baik dan benar," Hibnu memungkas.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya