Liputan6.com, Jakarta - Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) melapor ke Ombudsman Republik Indonesia di Kuningan, Jakarta Selatan. Mereka mengadukan soal dugaan maladministrasi terkait tidak diberhentikannya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Padahal, yang bersangkutan sudah berstatus sebagai terdakwa dalam perkara dugaan penodaan agama sebagaimana diatur dalam Pasal 156a KUHP.
ACTA mengatakan, ada pengabaian atas aturan yang berlaku dalam kasus ini. Wakil Ketua ACTA Muda R Siregar menyebut, ada tiga indikasi pengabaian aturan oleh pemerintah.
"Indikasi pertama, adanya pengabaian ketentuan Pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang secara garis besar mengatur kepala daerah yang didakwa dengan ancaman pidana 5 tahun penjara harus diberhentikan sementara. Ahok yang sudah menjalani persidangan sebagai terdakwa sejak 13 Desember 2016 hingga saat ini tidak diberhentikan sementara," terang Muda di gedung Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (14/2/2017).
Advertisement
Indikasi kedua, lanjut dia, adanya perlakuan tidak sama yang diberikan kepada Ahok dan kepada kepala daerah Iain yang mempunyai kasus serupa.
"Kita bisa merujuk pada kasus pemberhentian sementara Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Noviadi yang juga didakwa dengan dua pasal yang ancamannya lebih dari dan kurang dari lima tahun," terang Muda.
Ia menyebut, Ahmad Wazir didakwa dengan Pasal 112 UU Nomor 35 Tahun 2009 yang ancaman hukumannya 12 tahun dan Pasal 127 UU yang sama yang ancaman hukumannya paling lama 4 tahun. Dalam kasus tersebut Mendagri dengan tegas memberhentikan sementara begitu Ahmad Wazir masih berstatus tersangka.
Untuk indikasi ketiga, ACTA menduga adanya inkonsistensi alasan soal tidak diberhentikannya Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta kendati telah berstatus terdakwa. Beragam alasan disampaikan untuk membenarkan tidak diberhentikannya Ahok.
"Antara lain belum diketahuinya nomor register perkara, belum selesainya masa cuti dan belum adanya kejelasan tuntutan dari jaksa penuntut umum, alasan-alasan yang berbeda satu sama lain tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat," ucap Muda.
Dengan tiga indikasi tersebut, lanjut dia, telah terpenuhi setidaknya dua unsur maladministrasi yaitu adanya perilaku atau perbuatan penyelenggara negara yang melawan hukum dan kelalaian atau pengabaian hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
"Kami berharap agar Ombudsman Republik Indonesia bisa mengambil tindakan-tindakan yang layak serta sesuai dengan UU Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman untuk mengusut dugaan maladministrasi ini," ucap Muda.
* Saksikan quick count Pilkada DKI Jakarta 2017 pada 15 Februari 2017