Liputan6.com, Jakarta - Maskapai asal Abu Dhabi, Etihad Airways, digugat Rp 678 juta karena menurunkan paksa penumpang difabel asal Indonesia. Dwi Aryani, diturunkan paksa sebelum pesawat Etihad Airways lepas landas dari Bandar Udara Soekarno-Hatta pada 5 April 2016 lalu.
Dwi yang sudah membeli tiket pulang pergi, Jakarta - Swiss itu tiba-tiba dipaksa turun dari pesawat karena ia penyandang disabilitas. Dia pengguna kursi roda dan tidak mampu berjalan.
Baca Juga
Dwi pun tidak mendapat biaya penggantian tiket (refund), dan mendapatkan kata-kata yang melecehkan dirinya dari kru Etihad Airways.
Advertisement
"Ini sudah sidang kelima, kami menunggu jawaban dari tiga pihak tergugat, yaitu Etihad Airways, PT Jasa Angkasa Semesta, dan Kemenhub (Kementerian Perhubungan)," ujar kuasa hukum Dwi Aryani, Heppy Sebayang pada Liputan6.com di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (2/3/2017).
Heppy menyatakan, ketiga pihak tergugat itu dengan jelas melanggar Undang-undang Dasar Republik Indonesia pasal 28 huruf i yang menyatakan bahwa setiap Warga Negara Indonesia harus terbebas dari tindakan diskriminatif.
"Lalu Undang-Undang nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan, yang menyatakan bahwa setiap penumpang yang dirugikan penyelenggara angkutan penerbangan maka berhak mendapatkan ganti rugi," jelas Heppy.
Ada dua tuntutan yang diminta oleh pihak Dwi, yakni permintaan maaf dari pihak maskapai Etihad Airways di media massa. Permintaan maaf itu ditujukan pada Dwi dan penyandang disabilitas se-Indonesia. Serta biaya ganti rugi sebesar Rp 678 juta.
"Lalu ganti rugi moril dan materil sebesar Rp 678 juta," terang Heppy.
Kasus ini bermula saat Dwi ingin melakukan perjalanan ke Swiss. Dwi yang telah mendapatkan tiket, tak ada masalah hingga ia menaiki pesawat. Namun, tiba-tiba ia disuruh turun. Dwi juga disalahkan oleh pilot karena duduk di kursi darurat dan tidak memberitahukan kepada kru pesawat bahwa dia disabilitas.
Dia dipaksa turun, lalu diinapkan di hotel. Dijanjikan pihak maskapai akan diberikan refund atas tiketnya yang sudah dibeli. "Gak ada (pemberian Refund), belum ada ganti rugi terhadap klien saya," terang Heppy.
Kejadian ini sempat dilaporkan Dwi kepada pihak Ombudsman. Pihak Ombudsman pun mengaku sudah memanggil pihak Kemenhub untuk memberikan penjelasan. Sayangnya, kedua belah pihak tidak saling bertemu.
Hampir setahun kasus ini bergulir, kini kasus tersebut sudah memasuki sidang kelima. Heppy menyebutkan maskapai Etihad dan Kementerian Perhubungan digugat Dwi ke pengadilan karena tak ada niat baik dari pihak Etihad untuk meminta maaf kepada Dwi.