Datangi Bea Cukai, KPK Cari Data 9 Importir soal Kasus Patrialis

Sembilan importir itu diduga terkait kasus dugaan suap uji materi, yang melibatkan mantan hakim MK Patrialis Akbar.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 06 Mar 2017, 16:07 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2017, 16:07 WIB
Patrialis Akbar
Patrialis Akbar

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi kantor pusat Bea dan Cukai di Jalan Ahmad Yani, Jakarta Timur, siang tadi. Kedatangan lembaga antikorupsi itu terkait penyidikan kasus dugaan suap mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar.

Kepala Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan, kedatangan penyidik KPK sekitar pukul 11.30 WIB itu  bukan menggeledah. Tapi untuk berkoordinasi terkait data-data dari sembilan importir, yang diduga terkait kasus suap hakim MK Patrialis Akbar.

"Bukan menggeledah, jadi tadi KPK datang itu untuk berkoordinasi dengan kita, mencari data-data importir," kata Heru di kantornya, Jakarta Timur, Senin (6/3/2017).

Heru menjelaskan, penyidik KPK juga memasuki ruangan yang ada di lantai dua Gedung Bea Cukai. Tapi di ruangan itu, penyidik lembaga antikorupsi itu juga hanya berkoordinasi soal data-data terkait sembilan importir bersama tim dari Bea Cukai.

"Jadi yang dimasukin KPK tadi ruang rapat. Di sana berkoordinasi dengan tim penindakan yang kita punya, untuk menelusuri data yang diminta," dia menegaskan.

Menurut Heru pihaknya mendukung penyidikan KPK terkait kasus dugaan suap uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang melibatkan Patrialis Akbar itu.

"Kita endorse (mendukung) KPK. Kita menyampaikan data," Heru memungkasi.

Patrialis disangka menerima suap dari Basuki Hariman (BHR) dan NG Fenny (NGF). Basuki merupakan ‎bos pemilik 20 perusahaan impor daging, sedangkan NG Fenny adalah sekretarisnya.

Patrialis diduga menerima suap terkait uji materi Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. KPK juga ikut mengamankan Kamaludin (KM) yang diduga sebagai perantara suap.

Sebagai penerima suap, Patrialis Akbar dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya