Seret Nama Besar dalam Kasus E-KTP, KPK Siap Hadapi Guncangan

Saud mengaku harus optimistis dalam mengusut kasus e-KTP. Meski dia menyadari dinamika pasti selalu ada.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 10 Mar 2017, 09:36 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2017, 09:36 WIB
Seret Nama Besar Dalam Kasus E-KTP, KPK Siap Hadapi Guncangan
Seret Nama Besar Dalam Kasus E-KTP, KPK Siap Hadapi Guncangan

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan penyidik siap menghadapi guncangan politik dalam mengusut tuntas kasus e-KTP yang menyangkut nama-nama besar di Indonesia.

"Kita siap, dong (hadapi guncangan politik). Itu kan bagian dari risiko pekerjaan KPK. Kalau memberantas korupsi di suatu negara kan tergantung pemimpin nasionalnya. Kebetulan kan presidennya kan lagi bagus, jadi kita harus serius (berantas kasus korupsi)," ujar Saut di gedung KPK, Kamis (9/3/2017).

Saud mengaku harus optimistis dalam mengusut kasus e-KTP, meski dia menyadari dinamika pasti selalu ada.

Seperti diketahui, sidang kasus dugaan korupsi e-KTP telah digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat. Jaksa KPK Irene Putri mengungkapkan bahwa ada 38 nama besar yang turut menikmati uang negara dari kasus ini.

Di antaranya adalah Ketua DPR Setya Novanto, Menteri Politik Hukum HAM Yasonna Laoly, mantan Ketua DPR, Marzuki Ali, Ade Komaruddin, mantan Mendagri Gamawan Fauzi, Anas Urbaningrum, dan M Nazarudin. Total kerugian negara dari kasus megakorupsi e-KTP ini mencapai Rp 2,3 triliun.

Setya Novanto sebagai salah satu nama yang turut dibacakan dalam dakwaan pun berharap tidak ada kegaduhan politik akibat kasus e-KTP.

"Yang penting jangan terjadi kegaduhan politik, karena ada beberapa nama yang disebut, termasuk saya sendiri," kata Novanto.

Setya Novanto membantah terlibat dalam kasus itu. Selama pemeriksaan, penyidik hanya mengklarifikasi pertemuan di DPR.

"Itu hanya klarifikasi yang berkaitan saya sebagai ketua fraksi (Golkar). Itu (pertemuan) ada Pimpinan Komisi II, tentu menyampaikan, tetapi yang disampaikan normatif aja," tutur Setya Novanto usai pemeriksaan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 10 Januari 2017.

Nama lain yakni, mantan Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, yang juga Gubernur Jawa Tengah. Ganjar sempat diperiksa pada 7 Desember 2016. Dia pun membantah turut menerima aliran duit dari pembahasan proyek e-KTP. Hal itu juga menjadi bagian yang ditanyakan oleh penyidik KPK dalam pemeriksaan tersebut.

"Saya jawab tidak, kebetulan tadi ada salah satu yang langsung dikonfrontasi ke saya, ya saya jawab apa adanya, ya saya senang," ucap Ganjar.

Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey, diperiksa pada 26 Januari 2017.  Olly dituduh oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazarudin, menerima uang 1 juta USD terkait proyek senilai Rp 5,9 triliun.

"Kalau ada bukti, lu kasih lihat, gua tuntut lu," ujar Olly dengan nada tinggi usai diperiksa penyidik di Gedung KPK, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis itu.

Seusai pemeriksaan sebelumnya, Olly juga membantah. "Saya tidak pernah menerima suap," ujar Olly di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 11 Juli 2014.

Anas Urbaningrum juga sempat diperiksa penyidik KPK pada 11 Januari 2017.

Nyanyian Nazaruddin

Ada nama besar lain yang sempat disebut Nazaruddin, yakni Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Jafar Hafsah, yang diperiksa KPK pada 5 dan 21 Desember 2016.

Jafar Hafsah membantah turut ‎menerima aliran dana proyek pengadaan E-KTP pada 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri. Dia berdalih masih duduk di Komisi IV saat anggaran proyek itu dibahas bersama Komisi II DPR.

"E-KTP itu saya ada di Komisi IV. Sedangkan e-KTP itu ada di Komisi II. Jadi saya tidak paham persis daripada E-KTP dan perjalanannya,‎" ujar Jafar usai pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 5 Desember 2016.

Selain Jafar Hafsah, Nazaruddin menyebutkan pihak lain yang menerima aliran dana tersebut, yakni dari kementerian: mantan Menteri Keuangan era SBY, Agus Martowardojo yang pernah diperiksa KPK pada 1 November 2016.

Pada pemeriksaan tersebut, Agus menegaskan juga membantah tudingan itu. Dia mengaku justru dirinyalah yang menolak kontrak skema tahun jamak atau multiyears, bukan Sri Mulyani.

"Saya juga dengar ada kalimat bahwa saya jadi Menkeu menggantikan Sri Mulyani 20 Mei 2010, sebelum ini ada penolakan multiyears contract oleh Sri Mulyani. Saya katakan di dalam file tidak ada penolakan dari Sri Mulyani. Yang ada ketika multiyears contract mau diajukan ke Menkeu, diajukan 21 Oktober 2010, dan di 13 Desember 2010 ditolak oleh saya," tutur Agus.

Nazaruddin juga sempat menyebut nama mantan Mendagri, Gamawan Fauzi. Gamawan pernah diperiksa KPK pada 19 Januari 2017.

Gamawan pun membantah terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP seperti yang dituduhkan Nazaruddin.

Kemudian, Yasonna Laoly yang saat ini menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM juga menampik tudingan itu. Sebagai kader partai oposisi ketika pembahasan proyek e-KTP, Yasonna mengaku tak pernah ikut campur soal anggaran.

"Dalam pembahasan program dan anggaran, Fraksi PDI Perjuangan sangat kritis. Sepanjang mengenai aliran dana saya pastikan saya tidak ikut. Boleh dikonfirmasi, siapa yang memberikan? Di mana? Apalagi disebut-sebut jumlahnya, wah sangat gede itu buat ukuran saya. Yang benar saja," tandas Yasonna dalam pesan elektronik kepada Liputan6.com.


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya