Keluhan Sopir KWK Sejak Terintegrasi dengan Transjakarta

Salah satu sopir angkutan KWK Daing mengatakan belum mengetahui adanya perjanjian antara pemilik dan sopir mengenai uang subsidi harian.

oleh Ika Defianti diperbarui 05 Apr 2017, 09:34 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2017, 09:34 WIB
Sejumlah angkutan Koperasi Wahana Kalpika (KWK) saat peresmian, Jakarta, Senin (3/4). Kerjasama KWK dengan PT. Transportasi Jakarta (Transjakarta) ini diharapkan bisa menghantarkan warga hinga ke pelosok pemukiman. (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Sejumlah angkutan Koperasi Wahana Kalpika (KWK) saat peresmian, Jakarta, Senin (3/4). Kerjasama KWK dengan PT. Transportasi Jakarta (Transjakarta) ini diharapkan bisa menghantarkan warga hinga ke pelosok pemukiman. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kerja sama antara PT Transjakarta dengan Koperasi Wahana Kalpika (KWK) resmi dijalin. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengintegrasikan KWK sebagai pengumpan ke sistem Bus Rapid Transit (BRT) yang selanjutnya menggunakan bus Transjakarta.

Salah satu sopir angkutan KWK 05 rute Bulak Turi-Tanjung Priok, Daing, mengaku belum mengetahui adanya perjanjian antara pemilik dan sopir mengenai uang subsidi harian dari Transjakarta sebesar Rp 206.060.

"Belum ada perjanjian masalah itu. Kita cari uang sendiri di lapangan pukul 09.00-16.00 WIB. Itu jam mati enggak banyak penumpang, ramai penumpang itu pukul 17.00-21.00 WIB," ucap Daing di Jakarta Pusat, Selasa, 4 April 2017.

Dia mengaku pada pengoperasian hari kedua, masyarakat sudah mulai mengetahui adanya feeder ini dibanding saat pengoperasian hari pertama.

"Kalau hari pertama (Senin) masih sepi, belum banyak sosialisasi. Tapi tadi sudah mulai ramai. Ini yang jam mati aja kita cuma cukup untuk beli bensin aja. Biasanya kalau jam ramai itu kita bisa buat bayar setoran sama beli bensin," ujar dia.

Kepala Paguyuban sekaligus sopir KWK 05, M Yusuf, mengatakan belum terdapat perjanjian selanjutnya dengan pemilik. Meskipun pada rapat sebelumnya setiap sopir akan dijanjikan minimal Rp 500 ribu.

"Kita dikasih pengertian minimal Rp 500 ribu dari pemilik ke sopir (driver). Tapi tahu bagaimana ekonomi sekarang, itu enggak cukup," kata Yusuf.

Yusuf mengaku hanya menjalankan tugasnya karena pemilik memutuskan untuk berintegrasi dengan Transjakarta.

"Saat itu driver dan pemilik diundang. Pemilik setuju, kami (driver) kayaknya berat. Dan gaji kita itu internal, berarti misal yang Rp 206.060 ini pemilik mau ngasih ke driver itu sudah di luar kebijakan dari Transjakarta​," ujar Yusuf.

Sedangkan, Humas Transjakarta Wibowo mengatakan pembayaran Rp 206.060 itu hasil dari pembahasan dari Transjakarta dan KWK yang melibatkan langsung Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah (LKPP).

"Kita sudah hitung itu di dalamnya terdapat komposisi bensin, pendapatan pengemudi, maintenance, iuran BPJS. Mereka juga masih boleh menarik dari konsumen di luar jam operasional," tutur Wibowo.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya