Liputan6.com, Jakarta - Dulu, sampah yang berjejal membusuk di sungai identik dengan wajah Jakarta. Kini, sampah mulai menghilang dan anak-anak mulai berenang-renang di sungai Ibukota.
Wajah sungai Jakarta setahun terakhir memang mulai berubah. Tak ada lagi sampah plastik, kayu, hingga kasur yang menumpuk. Kali Sunter, tepi Waduk Pluit, Pintu Air Manggarai, Kali Besar, Sungai Ciliwung, dan Kanal Banjir Barat, kini telah relatif bersih dari sampah.
Baca Juga
Kepala Dinas Kebersihan, Isnawa Adji, menuturkan 13 sungai di Jakarta dulu menampung 300 ton sampah setiap hari. Jumlah sampah di sungai bisa meningkat hingga 1.000 ton saat musim hujan datang.
Advertisement
Sampah di sungai Jakarta itu tentu tidak hilang dengan sendirinya, apalagi sirna disulap tongkat gaib. Untuk membersihkannya, Dinas Kebersihan Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat, mengerahkan 4 ribu pekerja harian lepas--atau yang luas dikenal sebagai Pasukan Oranye.
"Sampah yang ada di sungai kami ambil terus," ujar Isnawa kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu.
Namun, Pemprov DKI mengalami masalah kekurangan lahan untuk menampung sampah segunung itu. Warga enggan menjual lahan kepada pemerintah untuk dijadikan tempat pembuangan sampah. Alasannya, lingkungan di sekitar mereka nanti jadi kumuh dan bau.
Untuk mengatasi persoalan ini, Pemerintah DKI menggalakkan program bank sampah. Dengan program ini, sampah dipilah berdasarkan jenisnya, lalu dikonversi menjadi uang tabungan. Sayangnya, belum semua warga memahami manfaat bank sampah ini, sehingga banyak yang tetap membuang sampah ke sungai.
Sungai-sungai Jakarta belum sepenuhnya bebas sampah. Meski sudah membendung sampah agar tak mengalir jauh, Isnawa membenarkan masih ada kawasan muara dan pesisir yang kotor oleh timbunan sampah. Sampah-sampah ini bisa berasal dari warga di sekitar muara atau sampah lama yang terbawa gelombang ke pinggir pantai.
Penyelesaian masalah sampah di Teluk Jakarta merupakan PR bersama bagi pemerintah pusat dan DKI Jakarta.
Aliran Sampah
Tim Liputan6.com mencoba menyusuri aliran sampah yang dibuang warga Pegangsaan ke Kali Ciliwung, dan bagaimana timbunan sampah lalu dibersihkan.
Sampah yang mengalir dari area Pegangsaan bergerak menuju kawasan Senen. Di Senen, para petugas kebersihan berjaga menggunakan batang-batang bambu yang disambung dan dibentangkan di permukaan air. Sekat di permukaan air itu membuat sampah menumpuk di Senen. Setiap hari, petugas memungut sampah yang tersangkut, lalu dikumpulkan di tepi sungai.
Selain sekat, saringan besi digunakan untuk menghambat sampah di pintu-pintu air. Di seluruh Jakarta, terdapat 25 saringan, untuk menghambat aliran sampah ukuran besar di pintu air.
Karena terbuat dari besi, saringan bisa menahan beban berat seperti batang bambu, balok kayu, mebel. Sampah plastik dan kain tetap bisa ditahan. Kelebihan lainnya, saringan ini dilengkapi garpu hidrolik untuk mengangkat tumpukan sampah ke atas pintu air. Sebuah conveyor belt lalu menghantarkan sampah ke pinggir sungai.
Kepala Unit Pelaksana Kebersihan Badan Air Dinas Kebersihan Jakarta Junjungan Sihombing mengatakan kendaraan pengangkut sampah mengunjungi titik-titik pengumpulan sampah di pinggir kali setiap pagi. Selanjutnya sampah yang dikumpulkan dikirim ke emplacement untuk dikeringkan.
Sebuah truk mini dengan kapasitas angkut 7 ton mengumpulkan sampah-sampah tersebut. Selanjutnya, dikirimkan ke tempat penampungan sementara atau emplacement.
Di Jakarta, terdapat dua tempat penampungan sampah sungai seperti ini yaitu di Jalan Perintis Kemerdekaan dan Pluit. "Sampah dikeringkan di emplacement sebelum dikirim ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantar Gebang," katanya.
Sampah kemudian dimuat ke truk sampah berkapasitas 10 ton, yang membongkar-muat dari siang hingga sore hari.
Sampah biasanya sampai di Bantar Gebang setelah menempuh perjalanan selama 2-3 jam. Namun, saking panjangnya antrean, truk harus mengular 6-10 jam lamanya sebelum bisa sampai ke dalam area pembuangan sampah di Bantar Gebang.
Karena itulah, kebanyakan sopir selalu tidur di dalam truk mereka. "Soalnya, paginya sudah harus kembali lagi ke emplacement," kata Sijunjung, salah seorang sopir.
Advertisement