Komnas Perempuan: Kekerasan Seksual pada Pramugari Sangat Rentan

Beberapa sektor mata pencaharian yang dinilai sangat mengancam perempuan di antaranya buruh pabrik, pramugari dan pekerja tempat hiburan.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Mei 2017, 07:59 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2017, 07:59 WIB
Ilustrasi kekerasan perempuan
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. (Via: eu.greekreporter com)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengungkapkan bahwa perempuan rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan seksual di tempat kerja.

Beberapa sektor mata pencaharian yang dinilai sangat mengancam perempuan yakni buruh pabrik dan buruh perkebunan, pelayan di kapal laut, dan pramugari pesawat terbang, serta pekerja di industri hiburan.

"Dalam catatan saya mengikuti isu perburuhan, pelecehan seksual tidak sedikit bahkan dianggap sebuah kelaziman di pabrik-pabrik," ujar Wakil Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah dalam peluncuran film Angka Jadi Suara di Erasmus Huis, Jakarta, Senin, 15 Mei 2017.

Kekerasan yang dialami para pelayan di kapal disebutnya sulit diproses hukum karena sebagian besar dilakukan warga negara asing yang tidak bisa dengan mudah dijerat dengan hukum Indonesia.

Sementara pramugari yang seringkali dinilai sebagai profesi 'mentereng' dan nyaman, justru sangat dituntut untuk selalu tampil prima dengan selalu merawat kulit dan tubuh. Selain, terancam pembatasan usia kerja, gerak-gerik pramugari yang senantiasa dipantau juga menghambat mereka menjalani hidup secara bebas dan utuh.

"Para pramugari itu di-grounded (tidak boleh terbang) kalau tubuhnya gendut atau wajahnya berjerawat. Kerentanan terhadap kekerasan seksual juga sangat tinggi karena mereka biasanya dicolek-colek penumpang yang membutuhkan sesuatu, misalnya minta minum," kata Yuniyanti seperti dilansir dari Antara.

Melihat semakin beragamnya pola-pola kekerasan seksual terhadap perempuan, Komnas Perempuan menilai salah satu solusi paling efektif untuk menekan praktik-praktik kejahatan yang seringkali tidak disadari, yakni dengan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

RUU yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017 itu antara lain mengatur tentang perluasan definisi kekerasan seksual yang sebelumnya hanya tiga yang diakui di Indonesia yakni pemerkosaan, pelecehan seksual, dan pencabulan terhadap anak.

Jenis Kekerasan Seksual

Padahal, kata Yuniyanti, jenis kekerasan seksual minimal ada 15, di antaranya perbudakan seksual, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi, perusakan genital perempuan, dan perkawinan anak.

Di dalam RUU tersebut juga diatur pemberatan hukuman bagi kasus kekerasan seksual yang dialami oleh orang dengan disabilitas, dengan pertimbangan bahwa korban mengalami lapisan-lapisan persoalan yang berkaitan dengan keterbatasan dan kesulitan memberi kesaksian.

Namun, Yuniyanti menegaskan bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual akan melahirkan bentuk hukuman-hukuman yang manusiawi dan sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Walaupun kita marah dengan kejahatan seksual tetapi kita tetap menentang hukuman mati, karena itu tidak menyelesaikan persoalan dan tidak otomatis memberi efek jera," kata dia.

Setelah disetujui oleh Badan Legislasi DPR RI pada Januari lalu, RUU tersebut akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi usul inisiatif DPR.

Komnas Perempuan mencatat dalam rentang 2012-2015, rata-rata 3.000-6.500 kasus kekerasan seksual terjadi setiap tahun dalam ranah personal, rumah tangga, maupun komunitas.

Sementara, pada 2016, tercatat 3.945 kasus kekerasan seksual terjadi dan ditangani oleh 358 Pengadilan Agama, serta 23 lembaga mitra Komnas Perempuan yang tersebar di 34 provinsi Tanah Air.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya