Marak Persekusi, dalam 4 Bulan 59 Orang Jadi Korban

SAFEnet menyebut, persekusi mengancam demokrasi. Karena sekelompok orang mengambil alih negara untuk menetapkan seseorang bersalah.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 01 Jun 2017, 14:40 WIB
Diterbitkan 01 Jun 2017, 14:40 WIB
Karena Parkir, Petugas Proyek Bertindak Anarki
Ilustrasi tindak kekerasan. (via: istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Akhir-akhir ini tindakan persekusi makin ramai dilakukan sekelompok warga terhadap orang yang dianggap telah menghina atau menista pemimpin dan kelompoknya.

Kondisi ini pun membuat Koalisi Anti-Persekusi angkat bicara. Mereka mengatakan, tindakan memburu dan mengintimidasi atau persekusi tersebut sangat mengancam kebebasan berpendapat dan demokrasi di Indonesia.

Sebab, kata Koordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto, persekusi merupakan tindakan yang tidak manusiawi dengan tujuan menimbulkan penderitaan psikis dan fisik.

Kekhawatiran lainnya, persekusi menjadi tindakan yang sistematis dan meluas.

"Persekusi jelas mengancam demokrasi. Karena sekelompok orang mengambil alih negara untuk menetapkan seseorang bersalah, dan menghukum tanpa melalui proses hukum," tutur Damar di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (1/6/2017).

SAFEnet mencatat, jumlah korban persekusi sejak mulai 27 Januari hingga 31 Mei 2017 terus meningkat. Sejauh ini, jumlah korban kasus persekusi telah mencapai 59 orang.

"Mei paling tinggi kasus persekusi. Aksi ini semakin meluas," jelas dia.

Menurut Damar, masalah persekusi tidak bisa dianggap enteng. Jika dibiarkan, dapat semakin menebarkan ketakutan dan menjadi teror di masyarakat.

Dia juga menegaskan, persekusi dapat melumpuhkan fungsi masyarakat sebagai ruang untuk saling berbicara. Terlebih, perbedaan pendapat merupakan hal wajar dan harusnya dapat disikapi secara bijaksana dan dewasa.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya