Liputan6.com, Jakarta - Dengan cadangan global sekitar 13.000 hulu ledak nuklir, skenario perang nuklir jelas akan membawa bencana besar bagi umat manusia.
Namun di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik global sejak pecahnya perang Rusia-Ukraina pada 2022, kekhawatiran terhadap potensi perang nuklir terus mengemuka.
Baca Juga
Mengutip laman MSN, Kamis (10/4/2025), sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal "Risk Analysis" pun mencoba menjawab pertanyaan penting: negara mana yang paling mungkin bertahan jika skenario terburuk benar terjadi?
Advertisement
Penelitian yang dilakukan oleh Rutgers University ini menyoroti kemungkinan kehancuran massal akibat perang nuklir, termasuk kematian langsung akibat ledakan hingga dampak radiasi jangka panjang. Namun, salah satu aspek paling mengerikan adalah ancaman kelaparan global—diperkirakan lebih dari lima miliar orang akan meninggal akibat kelaparan dalam perang nuklir skala penuh.
Tak hanya itu, produksi pangan di negara-negara besar seperti China, Prancis, Rusia, Inggris, dan AS diperkirakan akan turun hingga 97 persen. Bahkan negara-negara yang tampak aman dari serangan nuklir langsung pun akan kesulitan akibat rusaknya teknologi, koordinasi, dan infrastruktur penting.
Namun, harapan tetap ada. Studi tersebut menilai 38 negara pulau berdasarkan 13 indikator ketahanan pasca-bencana, termasuk produksi pangan, kemandirian energi, kemampuan manufaktur, serta dampak terhadap iklim.
Hasilnya, negara-negara seperti Australia, Selandia Baru, dan Islandia menempati posisi teratas sebagai tempat teraman untuk bertahan hidup. Menariknya, Indonesia juga masuk dalam daftar.
Australia di Posisi Teratas
Australia dinilai sebagai negara paling siap menghadapi skenario “musim dingin nuklir”. Negara ini memiliki cadangan pangan yang besar, infrastruktur yang baik, surplus energi, serta anggaran pertahanan yang tinggi. Semua faktor ini berkontribusi pada kemampuan Australia untuk bertahan hidup dalam krisis global.
Namun, studi juga mencatat bahwa kedekatan militer Australia dengan AS dan Inggris bisa membuatnya menjadi target strategis dalam konflik nuklir global, terutama jika melibatkan Rusia.
Selandia Baru berada di peringkat kedua. Negara ini dikenal sebagai kawasan bebas nuklir dan memiliki sistem pertanian efisien yang memungkinkan populasi tetap mendapat pasokan pangan, bahkan jika produksi tanaman berkurang hingga 61 persen dalam skenario musim dingin nuklir.
Beberapa negara pulau kecil di Oseania seperti Solomon Islands dan Vanuatu juga memiliki potensi bertahan hidup karena iklim tropis dan ketersediaan pangan lokal. Meski minim teknologi tinggi, mereka dinilai tetap bisa bertahan melalui perdagangan dengan negara tetangga yang selamat.
Advertisement
Indonesia Termasuk, Tapi Punya Tantangan
Meski berada di posisi bawah dalam daftar negara paling siap menghadapi bencana nuklir, Indonesia, bersama Filipina dan Mauritius, tetap dianggap mampu memproduksi pangan cukup bagi populasinya pasca perang nuklir.
Keanekaragaman geografis dan sumber daya alam menjadikan beberapa pulau di Indonesia secara individu cukup mandiri dalam hal pangan.
Pengamat Hubungan Internasional Universitas Padjajaran Teuku Rezasyah juga menekankan pentingnya keamanan ekonomi, termasuk ketahanan pangan dan energi di dalam negeri, guna menampilkan Indonesia sebagai negara yang mandiri.
"Guna mendukung tekad RI untuk menjadi negara dengan kekuatan menengah dan mandiri, sehingga dapat meredakan konflik antar kekuatan besar, dibutuhkan suasana di dalam negeri yang aman secara keamanan, dan mantap secara ekonomi," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (10/4/2025).
