Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat mengalami koreksi tajam sekitar 9% pada hari pertama pembukaan setelah libur Lebaran, tepatnya, Selasa, 8 April 2025 membuat banyak investor terkejut dengan pembalikan sentimen pasar yang begitu cepat.
Namun, bagi sebagian investor ritel berpengalaman, kondisi tersebut justru menjadi peluang emas untuk menata ulang strategi investasi di tengah ketidakpastian global yang kian meningkat.
Baca Juga
Salah satu investor ritel yang juga seorang pegawai swasta di Jakarta, Bayu menuturkan pengalamannya menghadapi gejolak tersebut. Alih-alih panik dan menjual saham dalam kondisi rugi, ia memilih untuk tetap tenang dan mengevaluasi fundamental dari emiten-emiten yang dimiliki.
Advertisement
"Saya cek dulu, ini emiten turun karena sentimen global atau memang ada masalah dalam laporan keuangannya. Kalau turunnya cuma karena efek domino pasar, justru itu kesempatan buat beli di harga diskon,” ujarnya kepada Liputan6.com, Kamis (10/4/2025)
Beberapa saham bluechip menjadi incarannya karena dinilai memiliki kinerja solid dan daya tahan yang baik terhadap tekanan eksternal.
Sementara itu, Kristi (41), karyawan swasta yang juga investor saham tidak terlalu panik saat bursa saham bergejolak. Salah satu alasannya karena penempatan dana di saham tidak terlalu besar. Ia menilai, saat harga saham turun jadi kesempatan untuk beli dengan harga murah, jika ada dananya.
"Saya mainnya sedikit banget. Jadi kalau bursa saham bergejolak, paling pilih-pilih saham bagus terus beli,” ujar Kristi.
Strategi yang Digunakan
Menghadapi kondisi yang penuh tantangan, Bayu mengadopsi strategi yang adaptif. Ia memperkuat portofolionya di sektor-sektor serta mengurangi eksposur terhadap saham-saham dengan ketergantungan impor tinggi.
Tak hanya itu, ia juga mulai mengalokasikan sebagian asetnya ke instrumen investasi lain yang lebih minim risiko dibandingkan saham.
“Kalau tensi perdagangan global makin tinggi, bisa rotasi sebagian portofolio ke emas atau reksa dana pasar uang buat lindungi nilai aset. Bahkan kalau perlu, switching ke aset yang lebih tahan guncangan misalnya obligasi,” jelasnya.
Dalam kondisi saat ini ia menyarankan untuk tetap menjadi investor rasional. Jangan terbawa panik, tapi juga jangan terlalu optimis buta.
“Selalu pastiin keputusan kita berdasarkan analisis, bukan emosi,” pungkasnya.
Advertisement
Penutupan IHSG pada 10 April 2025
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu bertahan di zona hijau pada perdagangan Kamis (10/4/2025). Penguatan IHSG terjadi usai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menunda penerapan tarif resiprokal selama 90 hari terhadap sejumlah negara.
Mengutip data RTI, IHSG ditutup melambung 4,79 persen ke posisi 6.254,02. Indeks LQ45 naik 5,64 persen ke posisi 707,11. Seluruh indeks saham acuan menghijau.
Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, penguatan IHSG didorong euforia penundaan tarif impor selama 90 hari oleh Amerika Serikat untuk sebagian negara kecuali China. “Meskipun eskalasi perang dagang China vs AS tetap berlangsung untuk balas membalas tarif. Penguatan ini juga dipengaruhi oleh penguatan nilai tukar Rupiah dan penguatan bursa global,” ujar dia.
Pada perdagangan Kamis pekan ini, IHSG kembali sentuh posisi 6.300. Tepatnya, IHSG menyentuh posisi 6.310,82. Selain itu, IHSG sentuh posisi terendah 6.188,67.
Penguatan IHSG ini juga didorong 553 saham yang melesat. Sedangkan 84 saham melemah dan 160 saham diam di tempat. Total frekuensi perdagangan 1.207.343 kali dengan volume perdagangan 22,7 miliar saham. Nilai transaksi harian Rp 15,6 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 16.794.
Seluruh sektor saham kompak melesat. Sektor saham basic melonjak 7,03 persen, dan catat penguatan terbesar. Disusul sektor saham consumer siklikal bertambah 6,11 persen dan sektor saham energi melambung 5,51 persen.
Selain itu, sektor saham industri menguat 3,03 persen, sektor saham consumer nonsiklikal menanjak 4,56 persen, sektor saham kesehatan bertambah 3,2 persen. Lalu sektor saham keuangan menanjak 3,39 persen, sektor saham properti naik 4 persen, sektor saham teknologi melesat 5,03 persen, sektor saham infrastruktur mendaki 5,19 persen dan sektor saham transportasi menguat 4,32 persen
