Kisah Petani Ganja di Aceh Berubah Haluan

BNN Provinsi Aceh mengaku akan kesulitan bila tanaman ganja dilegalkan untuk tanaman obat. Apa sebabnya?

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jul 2017, 18:04 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2017, 18:04 WIB
Ganja
Ladang ganja di pegunungan Seulawah, Aceh Besar (Liputan6.com/Andry Haryanto)

Liputan6.com, Jakarta - Bebicara soal ganja, tidak bisa lepas dari Aceh. Wilayah di ujung barat Indonesia ini dikenal sebagai tempat bersemainya tanaman yang memiliki nama Latin Cannabis sativa. Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat ada 480 ribu hektare lebih ladang ganja di Aceh.

Berdasarkan UU No 35 Tahun 2009, ganja termasuk ke dalam narkotika golongan I . Artinya, ganja setara dengan kokain, heroin, dan sabu. Barang haram ini tidak digunakan untuk terapi medis serta berdampak ketergantungan.

Namun sebagian kalangan menganggap ganja adalah tanaman yang dapat digunakan secara medis. BNN Provinsi Aceh mengaku akan kesulitan bila tanaman ganja dilegalkan untuk tanaman obat. Sebab, tidak mudah untuk mengawasi ladang-ladang ganja yang ada di Kota Serambi Mekah ini.

Bahkan, mereka merasa perlu ada regulasi baru yang mengatur bahwa ganja dilegalkan untuk kepentingan medis.

"Harus dipersiapkan segala sarana dan prasarana, dan instansi terkait harus bekerja dan turun sehingga ini memakan waktu lama," kata Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Aceh, Amanto, seperti dilansir Voice of America, Selasa (11/7/2017).

Fauzan, salah satu bekas petani ganja di kawasan Lamteuba, Aceh Besar, mengatakan ia saat ini memilih untuk mengubah profesi dari berladang ganja ke palawija sejak 2009. Hal ini didorong karena aparat yang terus memberantas peredaran dan penyelundupan ganja ke luar Aceh.

Sementara itu, beberapa lembaga swadaya masyarakat mendorong pemerintah untuk melakukan penelitian ganja sebagai tanaman obat. Terlebih, setelah mencuatnya kasus penangkapan Fidelis Arie Sudewarto (36) di Sanggau, Kalimantan Barat.

Fideli menanam 39 batang ganja untuk pengobatan istrinya, Yeni Riawati. Yeni mengidap syringomyelia atau tumbuhnya kista berisi cairan (syrinx) di dalam sumsum tulang belakang.

Direktur Eksekutif Yayasan Sativa Nusantara, Inang Wisastro, mendorong pemerintah untuk melakukan penelitian ganja sebagai tanaman obat.

"Kalau sudah diteliti oleh para ahli Indonesia melalui laboratorium Indonesia dan didukung oleh pemerintah, saya kira pemerintah itu sendiri tinggal memutuskan untuk memanfaatkan tanaman ini sebagai bahan baku obat," kata Inang. (Liputan6.com/Apriana Nurul Aridha)

Saksikan videonya berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya