Jokowi: Pemblokiran Telegram Demi Keamanan Negara

Jokowi mengatakan pemerintah juga tengah mengawasi aplikasi lain yang cenderung atau berpotensi mengganggu keamanan negara.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 16 Jul 2017, 14:32 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2017, 14:32 WIB
Ahmad Romadoni/Liputan6.com
Presiden Jokowi bersama Panglima TNI (Setpres)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi mengatakan, keputusan pemerintah memblokir akses aplikasi percakapan Telegram bukan keputusan yang emosional. Jokowi memastikan keputusan memblokir Telegram melalui serangkaian pengamatan dan pembahasan yang panjang.

"Pemerintah kan sudah mengamati lama itu, mengamati lama," ujar Jokowi usai meresmikan Akademi Bela Negara Nasdem di kawasan Pancoran, Jakarta, Minggu (16/7/2017).  

Langkah tersebut harus diambil pemerintah karena aplikasi perpesanan tersebut selama ini kerap digunakan jaringan teroris menyebar propaganda radikal ke masyarakat. Bahkan, Kepolisian telah memastikan sejumlah pelaku teror bom di Tanah Air dilakukan di Telegram.

"Kita kan ini mementingkan keamanan, ya keamanan negara, ya keamanan masyarakat, sebab itu keputusan (memblokir Telegram) dilakukan," kata Jokowi

Jokowi juga menegaskan, pemerintah concern dengan ancaman-ancaman yang dinilai dapat atau malah sudah terbukti mampu mengganggu keamanan nasional.

Dan saat ini, sambung dia, pemerintah juga tengah mengawasi aplikasi lain yang cenderung atau berpotensi mengganggu keamanan negara.

"Kalau memang tidak hanya satu, dua, tiga, empat, lima, enam, ribuan yang ada di situ (telegram) yang dikategorikan akan menganggu keamanan negara. Ini menganggu keamanan masyarakat dan kita lihat aplikasi-aplikasi yang lain yang bisa digunakan (mengganggu keamanan)," beber mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebelumnya menyatakan Telegram menjadi media komunikasi para teroris. Hal itu karena fasilitas di Telegram yang memungkinkan jaringan kelompok radikal melakukan propaganda dan menyebar pahamnya.

"Karena selama ini fitur telegram banyak keunggulan. Di antaranya mampu membuat sampai 10 ribu member (dalam grup) dan dienkripsi. Artinya sulit dideteksi," ucap Tito di Lapangan Silang Monas, Jakarta, Minggu.

Mantan Kapolda Papua itu pun mencontohkan bagaimana sejumlah serangan teroris terjadi berdasarkan komunikasi yang dilakukan via Telegram.

"Mulai dari bom Thamrin sampai bom Kampung Melayu. Terakhir di Falatehan (penyerangan Brimob), lalu di Bandung. Ternyata komunikasi yang mereka gunakan semuanya menggunakan Telegram," Tito menandaskan. 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya