Di Kasus UPS, Pertama Kali Polisi Gunakan Pidana Korporasi

Berkas perkara telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan dan tinggal menyerahkan barang bukti serta tersangka koorporasi ke penuntut umum.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 20 Jul 2017, 18:02 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2017, 18:02 WIB
Lengkapi Berkas, Dirtipikor Bareskrim Periksa UPS di 49 Sekolah
Tim Ahli saat memeriksa ruang UPS di SMAN 10 Jakarta, Kamis (11/6/2015). Pemeriksaan sebagai pemenuhan alat bukti untuk melengkapi berkas penyidikan perkara tindak pidana korupsi pengadaan UPS tahun anggaran 2014. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menetapkan PT Offistarindo Adhi Prima sebagai tersangka atas perkara dugaan korupsi pengadaan Uninteruptable Power Supply (UPS), di sejumlah sekolah pada APBD Perubahan 2014. Perusahaan tersebut merupakan pemenang tender dari proyek pengadaan UPS.

Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Indarto, mengatakan perusahaan tersebut merupakan milik salah satu tersangka, yakni Hary Lo.

"Karena kita melihat bahwa korporasi ini mengambil manfaat atas perbuatan produktif ini. Jadi korporasi mengambil manfaat sehingga kita menetapkan dia sebagai tersangka," kata Indarto di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Adapun kerugian negara dalam kasus tersebut diketahui Rp 130 miliar. Sedangkan Rp 61 miliarnya diduga masuk ke kantong perusahaan tersebut dan disinyalir dimanfaatkan untuk operasional perusahaan.

"Jadi sengaja dimanfaatkan ntuk keuntungan perusahaan. Sehingga koorporasinya harus dihukum," ucap Indarto.

Menurut Indarto, sepanjang perjalanan pengungkapan korupsi, baru dalam kasus inilah penyidik berani menerapkan pidana korporasi.

"Belum ada tersangka lainnya yang korporasi pernah disidik penyidik tindak pidana korupsi di manapun. Pidana korporasi biasanya diterapkan di kasus-kasus lingkungan, kebakaran hutan saja," terang Indarto.

Penyidik, sambung Indarto, juga telah merampungkan berkas penyidikan atas perusahaan tersebut.

Bahkan, berkas perkara telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan dan tinggal menyerahkan barang bukti serta tersangka koorporasi ke penuntut umum.

Namun, kata Indarto, perusahaan tersebut masih beroperasi. Meski demikian, bila nanti putusan pengadilan menyatakan perusahaan tersebut bersalah, maka asetnya bisa disita untuk negara.

"Karena itu yang akan kita lakukan adalah mem-pressing semua aset-aset perusahaan plus aset pengurusnya. Sehingga ketika nanti misalnya hakim memutuskan untuk membayar memberikan sanski pidana denda atau membayar uang pengganti, itu sudah ada aset yang bisa di rampas untuk negara," terang Indarto.

PT Offistarindo Adhi Prima dikenakan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 20 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001.

Kasus ini sempat menyedot perhatian masyarakat setelah Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, membongkar adanya kongkalikong di balik proyek pengadaan barang dan jasa dengan nilai kontrak fantastis.

Usut punya usut, tidak hanya kasus pengadaan UPS, tapi juga pengadaan scanner dan pengadaan alat-alat fitness di beberapa sekolah. Dalam kasus UPS, penyidik menetapkan mantan pejabat Dinas Pendidikan DKI Jakarta Alex Usman sebagai tersangka.

Alex Usman divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Penyidik masih merampungkan pidana pencucian uang dan korupsi lainnya yang melibatkan Alex Usman.

Saksikan video menarik di bawah ini:

 

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya