Liputan6.com, Jakarta Perkembangan ekonomi digital di seluruh dunia mendorong timbulnya profesi-profesi baru, yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang selama ini tertinggal. Seperti di Indonesia, para tukang ojek sekarang dapat menjadi driver ojek online dengan penghasilan yang lebih baik, sehingga derajat kehidupannya meningkat. Namun disisi lain, mereka masih rentan untuk kehilangan kesejahteraannya jika mengalami risiko yang terkait pekerjaannya, seperti mengalami kecelakaan kerja.
International Association of Industrial Accident Boards and Comissions (IAIABC) menggelar IAIABC 103rd Convention di Portland, Oregon, Amerika Serikat (02/10/2017), yang menghadirkan perwakilan dari seluruh negara-negara penyelenggara jaminan sosial kecelakaan kerja untuk membahas tantangan terkini termasuk dampak perkembangan ekonomi digital. Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto, diundang sebagai pembicara dalam forum ini sebagai Chairman dari Asian Workers Compensation Forum (AWCF), organisasi penyelenggara jaminan kecelakaan kerja kawasan Asia.
Dalam paparannya, Agus menyampaikan, kelompok pekerja baru yang merupakan dampak dari ekonomi digital ini, masih membutuhkan kehadiran dari pihak lain untuk memastikan mereka tidak rentan dari risiko sosial dampak dari kecelakaan kerja. Kelompok pekerja ini baru saja mulai memperbaiki perekonomiannya, namun mereka umumnya belum mendapatkan perlindungan jaminan sosial. Karena itu para penyelenggara jaminan sosial harus berusaha menarik mereka ke dalam sistem jaminan sosial, tentunya dengan pendekatan yang sesuai dengan kemampuan mereka, seperti melibatkan pihak lain dalam pembiayaan iuran.
Advertisement
BPJS Ketenagakerjaan telah memperkenalkan sistem crowdfunding untuk donasi pembayaran iuran para pekerja tidak mampu atau rentan sebagai bentuk intervensi sosial sampai mereka mandiri, melalui Gerakan Nasional Peduli Perlindungan Pekerja Rentan (GN Lingkaran). GN Lingkaran tersebut telah berhasil menggerakkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan untuk membiayai jaminan sosial ketenagakerjaan untuk ratusan ribu pekerja rentan di Indonesia.
"GN Lingkaran hanya permulaan, dilakukan dengan pendekatan voluntary atau sukarela. Tapi untuk lebih meningkatkan lagi cakupan perlindungan bagi seluruh pekerja rentan, dibutuhkan inisiatif yang lebih kuat dalam bentuk penyesuaian regulasi internasional” jelas Agus. Agus menambahkan setiap negara pasti memiliki keterbatasan untuk langsung membiayai pelaksanaan jaminan sosial, karena akan membebani keuangan negara. Untuk itu dana CSR dari korporasi, dapat menjadi salah satu alternatif utama pembiayaan jaminan sosial di seluruh dunia. Namun diperlukan landasan hukum internasional yang kuat untuk mengatur hal tersebut. Sebagai informasi penggunaan dana CSR secara internasional distandarisasi dalam ISO 26000.
“Kami mengusulkan penyesuaian ISO 26000 untuk pemanfaatan CSR bagi iuran jaminan sosial secara mandatory. Sehingga menjadi acuan Internasional bagi seluruh negara untuk mengaplikasi aturan terkait pembiayaan jaminan sosial dari dana CSR", tambah Agus
Agus berharap inisiatif yang diperkenalkannya ini akan membantu negara-negara untuk menjawab tantangan pelaksanaan jaminan sosial, sehingga perlindungan bagi seluruh pekerja rentan di dunia akan tercapai.
(*)