Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku siap menghadapi gugatan pengacara Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Fredrich mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sepanjang ada aturan hukumnya, tindakan yang dilakukan silakan saja. Tapi kami pastikan hal itu tak akan memperlambat atau mengurangi keseriusan KPK untuk menangani kasus e-KTP. Kalaupun nanti ada persidangan di MK dan KPK dipanggil oleh MK sebagai pihak terkait, tentu akan kami hadapi," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Senin (13/11/2017).
Ada dua pasal yang dipersoalkan pengacara Setya Novanto itu, yakni Pasal 12 dan Pasal 46 ayat 1 dan 2. Menurut Fredrich, Pasal 46 mengenai penyidikan telah bertentangan dan terkesan mengabaikan UUD 1945.
Advertisement
Pasal itu, menurutnya, bisa diartikan KPK bisa memanggil orang yang diselidiki atau disidik dengan mengesampingkan undang-undang.
Sementara dalam Pasal 12, KPK dapat memerintahkan instansi terkait untuk melakukan pencegahan ke luar negeri maupun pencekalan. Menurut dia, pasal itu bertentangan dengan putusan MK tentang gugatan Pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
"Seingat saya keputusan MK itu menguji UU Imigrasi, bagian yang diuji terkait dengan batas waktu perpanjangan 6 bulan tersebut dan MK sudah memberikan tafsir di sana," jelas Febri.
"Sekarang kalau benar yang diuji pasal 12 khusus untuk pencegahan ke luar negeri, silakan saja nanti MK akan melihat konstitusionalitas dari pasal tersebut," sambung jubir KPK itu.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Gugatan UU KPK
Pengacara Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi menyambangi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin 13 November 2017. Ia mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang KPK. Ada dua pasal yang dipersoalkan Fredrich, yakni Pasal 12 dan Pasal 46 ayat 1 dan 2.
"Daripada kita ribut lalu debat kusir, lebih baik saya uji di MK, biar MK memberikan pertimbangan atau putusan sekiranya apa yang sebenarnya jadi acuan penegak hukum," kata Fredrich di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin
Pasal 46 ayat 1 dan 2 Undang-Undang KPK menyatakan (1) Dalam hal seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, terhitung sejak tanggal penetapan tersebut prosedur khusus yang berlaku dalam rangka pemeriksaan tersangka yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini. Dan ayat (2) berbunyi Pemeriksaan tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan tidak mengurangi hak-hak tersangka.
Menurut Fredrich, Pasal 46 mengenai penyidikan telah bertentangan dan terkesan mengabaikan UUD 1945. Pasal itu, menurutnya, bisa diartikan KPK bisa memanggil orang yang diselidiki atau disidik dengan mengesampingkan undang-undang.
"Apakah mengesampingkan UU? Ini perlu uji supaya tak ada kesalahpahaman baik dari KPK maupun kuasa hukum," papar dia.
Advertisement