Liputan6.com, Jakarta - Tujuh orang korban tindak pidana terorisme kasus bom Samarinda mendapat kompensasi atau ganti rugi dari negara sebesar Rp 237.871.152. Kompensasi tersebut diserahkan oleh negara melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, mengatakan kompensasi itu bentuk implementasi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam UU itu, disebutkan korban tindak pidana terorisme berhak mendapatkan kompensasi dari negara.
"Kompensasi ini pertama kali dilakukan sepanjang sejarah Indonesia. Di mana korban kejahatan terorisme mendapatkan pembayaran ganti kerugian dari negara atas derita yang mereka alami akibat tindak pidana terorisme," ucap Abdul Haris di Hotel Kartika Chandra, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (29/11 /2017).
Advertisement
Menurut dia, butuh proses panjang sebelum kompensasi terealisasi. Semendawai menyinggung peran Jaksa Agung, Pengadilan Jakarta Timur, Mahkamah Agung, dan Densus 88 Antiteror hingga pengadilan mengabulkan kompensasi.
"Menteri Keuangan juga sudah resmi memberikan surat berupa izin prinsip kepada LPSK untuk menggunakan anggaran LPSK membayar kompensasi," ucap  Abdul Haris.
LPSK tidak hanya mengeluarkan kompensasi bagi korban aksi terorisme. Lembaga itu juga memfasilitasi pemberian restitusi atau ganti kerugian untuk korban KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) dan perdagangan manusia.
Semendawai menuturkan, Pengadilan Negeri Medan memerintahkan terdakwa kasus tindak pidana perdagangan manusia dan KDRT membayar restitusi sebesar Rp 150 juta untuk tiga orang korban.
"Lalu kasus KDRT yang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di mana terpidananya membayar restitusi sebesar Rp 250 juta," ucapnya.
Â
Lindungi Korban Persekusi
Sebelumnya, LPSK menyambangi Satuan Reskrim Polresta Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kamis, 16 November 2017. Mereka bertemu pasangan yang menjadi korban persekusi di Cikupa, Kabupaten Tangerang. Pasangan tersebut dituduh berbuat mesum dan diarak telanjang oleh warga.
Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo mengatakan, pihaknya menawarkan bantuan untuk rehabilitasi baik medis maupun psikis kepada korban. Sebab, korban rentan mengalami trauma lantaran persekusi yang dialami keduanya. Terlebih korban wanita hidup sebatang kara di Tangerang.
"Kami akan memastikan apakah yang bersangkutan memerlukan tempat tinggal yang lebih nyaman dan aman, kita sediakan. Psikologi juga begitu, kalau memerlukan mungkin hari ini atau besok kita bantu," ujar dia.
Hasto mengatakan, dua sejoli tersebut masih trauma. Saat berbincang dengan LPSK, korban masih belum bisa berkomunikasi banyak.
Dia pun menyebut, kedua korban memerlukan penanganan psikolog untuk memulihkan kondisinya. Meski begitu, saat ini kedua korban sudah tinggal dengan keluarganya.
"Saya kira memang perlu terapi psikologis, dua-duanya trauma. Mereka juga sudah tinggal dengan keluarganya, saya kira itu lebih nyaman ya dibandingkan tinggal di Polres," ujar dia.
Hasto juga menyebut, pihaknya menyediakan rumah aman untuk dua sejoli yang diarak itu jika memang diperlukan. Pasalnya, kedua korban mengalami intimidasi usai mengalami persekusi tersebut.
"Kita minta pihak kepolisian menangani ini dengan baik, artinya proses terhadap tersangka dilakukan," ujar Hasto Atmojo.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini
Advertisement