Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Permintaan Andi dikabulkan oleh KPK pada September 2017.
Sejak saat itu, Andi berjanji bekerja sama dengan KPK dalam membongkar kasus yang disinyalir merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Pada sidang dengan pemeriksaan terdakwa pada Kamis, 30 November 2017, Andi yang biasanya bungkam mengungkap peran-peran sejumlah pihak. Yang mencengangkan adalah terbukanya Andi akan peran Ketua DPR Setya Novanto.
Advertisement
Dengan begitu, seluruh terdakwa perkara e-KTP sudah bekerja sama dengan KPK dalam membongkar kasus dengan nilai proyek Rp 5,9 triliun. Sebelumnya, dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto juga sudah mengajukan diri sebagai JC.
"Hingga saat ini seluruh terdakwa kasus e-KTP yang diajukan ke persidangan telah mengajukan diri sebagai JC dan mengakui perbuatannya. Bahkan, dua di antaranya telah mengembalikan uang ke KPK," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis (7/12/2017).
Berdasarkan data dan informasi yang diterima oleh Liputan6.com, Irman telah mengembalikan Rp 3,050 miliar, USD 223,880, dan USD 76,119 ke rekening KPK. Sementara Sugiharto mengembalikan Rp 270 juta.
Pada sidang sebelumnya, Andi Narogong pun berjanji mengembalikan uang kepada KPK sebesar USD 2,5 juta. Andi mengaku uang tersebut merupakan keuntungan dari mengarap proyek e-KTP.
Andi hari ini direncanakan menghadapi tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK. Andi yang sempat disebut sebagai salah satu aktor bancakan proyek ini telah sepakat dan bekerja sama dengan KPK. Lalu, bagaimana dengan Setya Novanto?
Berkas perkara Ketua Umum nonaktif Partai Golkar itu sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, pada Rabu, 6 Desember 2017. Dengan begitu, tak lama lagi jadwal sidang perdana atau pembacaan dakwaan terhadap Setya Novanto akan digelar.
Apakah Setya Novanto akan mengajukan diri sebagai JC atau tetap pada prinsipnya yang mengklaim tidak terlibat sama sekali dalam perkara ini?
"Kami ingatkan juga bahwa jika posisi JC dikabulkan hingga di pengadilan, maka nantinya hal tersebut akan menguntungkan terdakwa, karena dapat menjadi pertimbangan yang meringankan dan mendapatkan hak jika diputus bersalah seperti mendapat remisi dan pembebasan bersyarat sesuai aturan yang berlaku," kata Febri.
"Bagi penanganan perkara pokok, hal ini juga bagus karena dapat membongkar pelaku yang lebih besar," ucap dia.
Hukuman Lebih Tinggi?
Kukuhnya Setya Novanto merasa tak terlibat bisa membuat hukuman baginya lebih tinggi. Apalagi, selama ini Setya Novanto disebut tidak kooperatif kepada KPK. Berkali-kali dia mangkir dengan berbagai alasan. Terlebih, KPK sempat mengeluarkan surat daftar pencarian orang (DPO) untuk Setya Novanto.
"Untuk hal yang meringankan dan memberatkan itu nanti kita lihat dan pertimbangan setelah akan mengajukan tuntutan. Jadi, jaksa akan mengajukan itu dan nanti hakim juga akan mempertimbangkan. Tapi tentu apa yang terjadi ketika yang bersangkutan masuk di DPO dari surat KPK, kita panggil beberapa kali tidak datang, tentu itu akan menjadi salah satu poin dalam penanganan perkara ini," kata Febri.
"Nah, apakah itu masuk nanti di faktor yang memberatkan, nanti kita pertimbangkan setelah proses pembuktian selesai," Febri mengakhiri.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement