KPK: Tidak Ada Hal Baru pada Eksepsi Setya Novanto

KPK menganggap alasan yang dikemukakan kubu Setya Novanto telah lama menjadi perdebatan.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 21 Des 2017, 06:52 WIB
Diterbitkan 21 Des 2017, 06:52 WIB
Aktivis Dukung KPK Tangkap Setya Novanto
Jubir KPK Febri Diansyah saat menemui aktivis di depan gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/11). Aksi tersebut merupakan dukungan kepada KPK untuk mengusut tuntas kasus korupsi KTP Elektronik yang merugikan negara Rp2,3 triliun. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai tidak ada hal baru pada nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto. KPK menganggap alasan yang dikemukakan kubu Novanto telah lama menjadi perdebatan.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, salah satu yang dipersoalkan tim penasihat Novanto adalah masalah praperadilan.

"Sebenarnya sebagian itu alasan-alasan yang sudah sering muncul sebelumnya. Misalnya, terkait dengan putusan praperadilan yang dikatakan seolah-seolah penyidikan yang dilakukan KPK untuk kedua kalinya terhadap SN itu tidak sah," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Rabu (20/12/2017).

Selain itu, dalam eksepsinya, pihak mantan Ketum Golkar itu mempersoalkan kerugian negara. Pihak Setya Novanto mempermasalahkan KPK yang memakai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), bukan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Ini juga sebenarnya sudah ada putusan MK. Sejak lama bahwa KPK bisa berkoordinasi dan bekerja sama dengan BPKP ataupun pihak lainnya untuk kebutuhan pembuktian tindak pidana korupsi termasuk kerugian keuangan negara," jelas Febri.

Tetap Menghargai

Setya Novanto
Terdakwa korupsi proyek E-KTP Setya Novanto saat mengikuti sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/12). Sidang mendengarkan pembacaan dakwaan oleh JPU KPK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menurut Febri, hakim tindak pidana korupsi e-KTP yang mengadili terdakwa Irman dan Sugiharto juga memakai perhitungan BPKP, yang menyatakan kerugian negara akibat kasus megakorupsi ini senilai Rp 2,3 triliun.

"Jadi sebenarnya itu sudah cukup jelas terkait dengan beberapa perbedaan yang disebutkan tentu saja hal itu akan berbeda antara Irman, Sugiharto, AA (Andi Narogong), dan SN karena jabatan mereka masing-masing berbeda. Apa yang dilakukan SN pasti berbeda dengan yang dilakukan Irman pasti juga berbeda dengan yang dilakukan AA," tuturnya.

Kendati begitu, KPK tetap menghargai Setya Novanto yang memiliki hak untuk menyampaikan nota keberatan atau eksepsi, setelah didakwa oleh jaksa KPK merugikan negara Rp 2,3 triliun.

"Kami hargai hak dari terdakwa yang menyampaikan hal tersebut. Nanti kami akan mempersiapkan jawaban dan menyamapaikannya minggu depan," Febri memungkas.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya