Liputan6.com, Jakarta - Dua menterinya disebut Setya Novanto dalam sidang korupsi e-KTP, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan silakan diproses dengan catatan ada fakta dan bukti hukum yang kuat.
Seperti ditayangkan Liputan6 Siang SCTV, Sabtu (24/3/2018), Jokowi memastikan dirinya tidak akan mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan terkait kasus korupsi e-KTP.
Hal ini disampaikan Presiden di Kantor Sekretariat Negara, Jumat siang, 23 Maret 2018 setelah dua menteri di Kabinet Kerja, yaitu Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani disebut terdakwa korupsi e-KTP Setya Novanto menerima uang proyek e-KTP.
Advertisement
"Negara kita negara hukum. Jadi kalau ada bukti dan fakta hukum diproses saja. Semua harus berani bertanggung jawab," ujar Presiden RI Joko Widodo.
Sementara itu, Menteri Puan Maharani membantah tudingan Setya Novanto. Menurut Puan tuduhan mantan ketua umum Partai Golkar itu tidak memiliki fakta hukum.
"Kita mendukung proses hukum yang sedang berjalan. Semuanya berdasarkan fakta-fakta hukum. Yang bisa saya sampaikan adalah apa yang menjadi pernyataan Pak Setnov itu tidak benar," kata Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung juga menyampaikan bantahannya.
"Karena ini menyangkut integritas, saya siap dikonfrontasi dengan siapa saja, dimana saja, dan kapan saja," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Terdakwa Setya Novanto dalam sidang e-KTP Kamis 22 Maret lalu, menyatakan orang kepercayaannya Made Oka Masagung telah menyerahkan uang kepada Puan dan Pramono masing-masing sebesar US$ 500.000.
Setnov juga menyebut sejumlah nama lain, yaitu Ganjar Pranowo, Chairuman Harahap, Melkhias Mekeng, Olly Dondokambey, dan Tamsil Lirung.