Laporkan PSI ke Bareskrim, Bawaslu Dinilai Salah Langkah

Teddy menilai, kampanye yang dilarang dilakukan di luar masa kampanye jika materi kampanyenya meliputi visi misi dan program pasangan calon presiden dan wakil presiden.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Mei 2018, 19:18 WIB
Diterbitkan 18 Mei 2018, 19:18 WIB
Sekjen PSI Raja Juli Raja Juli Antoni di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)
Sekjen PSI Raja Juli Raja Juli Antoni di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Langkah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melaporkanPartai Solidaritas Indonesia (PSI) ke Bareskrim Polri dinilai sebagai langkah yang kurang tepat. Sebab, sampai saat ini belum ada calon presiden resmi maupun calon anggota legislatif.

Hal itu diungkapkan pengamat sosial politik Teddy Gusnaidi menanggapi langkah Bawaslu yang melaporkan PSI  ke Bareskrim Polri atas dugaan pelanggaran di luar waktu kampanye partai.

Teddy mengatakan, berdasarkan UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, kampanye yang dilarang di luar masa kampanye adalah kampanye yang dilakukan ketika sudah ada calon presiden dan calon wakil presiden resmi. Kedua, kampanye yang dilakukan ketika sudah ada calon resmi anggota DPR RI, DPR Provinsi, DPR Kabupaten/Kota.

"Ketika belum ada calon, maka tidak masuk dalam kategori larangan. Bawaslu tidak punya dasar hukum melarang partai politik atau siapapun ketika belum ada calon resmi," katanya saat dihubungi, Jumat (18/5/2018).

Selain itu kata dia, kampanye yang dilarang dilakukan di luar masa kampanye jika materi kampanyenya meliputi visi misi dan program pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kedua, visi misi dan program partai politik untuk partai politik peserta pemilu yang dilaksanakan oleh calon anggota DPR, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota.

"Sekali lagi, capres, cawapres, maupun calegnya belum ada, belum terdaftar secara resmi. Sekalipun sudah ada calonnya, UU 7 Tahun 2017 tidak melarang partai mengampanyekan visi misi. Yang dilarang hanya para calegnya, " kata dia.

Teddy mengatakan, Bawaslu harus bergerak secara adil dan profesional. Jika Bawaslu mempidanakan PSI karena iklan di media cetak, maka sejumlah partai lain seharusnya diperlakukan serupa.

"Kalau ada partai muncul iklannya di televisi setiap hari, di koran, di media online, tidak ada larangannya? Bahkan media boleh memilih untuk menerima iklan, mereka tidak terikat harus adil. Dengan Bawaslu bersikap seperti ini, maka partai politik peserta pemilu lainnya akan menjadi korban selanjutnya. Menjadi korban atas ketidakpahaman Bawaslu," katanya.

Menurutnya, PSI beserta partai lain bisa saja melaporkan balik Bawaslu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Partai juga bisa memperkarakan Bawaslu baik secara lembaga maupun perorangan ke polisi.

 

PSI Diduga Melanggar

Bawaslu memberi keterangan pers terkait pelaporan 2 pengurus PSI ke Bareskrim
Bawaslu memberi keterangan pers terkait pelaporan 2 pengurus PSI ke Bareskrim

Sebelumnya, Bawaslu melaporkan Raja Juli Antoni dan Wakil Sekjen Candra Wiguna ke Bareskrim Polri. Ini terkait dugaan kasus kampanye di luar jadwal oleh PSI.

Ketua Bawaslu Abhan mengatakan sikap ini adalah hasil dari pembahasan di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan Agung sudah satu suara dalam kasus ini.

Dua petinggi PSI, kata Abhan, diduga melanggar ketentuan Pasal 492 UU Pemilu. Pasal itu menyebut setiap orang yang melakukan kampanye di luar jadwal bisa dipidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.

"Kami harap polisi menyelidiki tepat waktu dan proses berlanjut ke penuntutan dan pelimpahan ke persidangan di pengadilan," jelas Abhan.

Abhan menyebutkan iklan PSI yang dimuat dalam Harian Jawa Pos edisi 23 April 2018 termasuk dalam kegiatan melakukan kampanye. Ini telah diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 35 UU Pemilu.

Peraturan tersebut menyatakan definisi kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan citra diri peserta pemilu. Citra diri peserta pemilu menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa dimaknai sebagai simbol atau lambang partai, nomor urut partai, warna, dan lainnya.

Reporter: Iqbal Fadil

Sumber: Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya