Ketua DPR Desak Pemerintah Susun Strategi Cegah Terorisme Anak

Ketua DPR Bambang Soesatyo mendesak pemerintah merumuskan strategi untuk menangkal radikalisme dan ajaran terorisme pada anak-anak.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Mei 2018, 06:26 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2018, 06:26 WIB
Seminar dan Lokakarya bertajuk Kartini di Era Digital
Ketua DPR Bambang Soesatyo memberi sambutan saat seminar di Jakarta, Rabu (25/4). Seminar ini meneladani Kartini karena, berkat perjuangannya, perempuan Indonesia memiliki berbagai keistimewaan, salah satunya di bidang politik. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR Bambang Soesatyo mendesak pemerintah merumuskan strategi untuk menangkal radikalisme dan ajaran terorisme pada anak-anak. Desakan itu didasari rangkaian teror bom di Surabaya pekan lalu yang melibatkan anak-anak.

"Pelibatan anak dalam tragedi bom bunuh diri di Surabaya membuat banyak kalangan gelisah. Muncul kesan bahwa negara belum maksimal melaksanakan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," ujar Bambang, Minggu (20/5/2018) dalam siaran tertulisnya.

Legislator Partai Golkar itu menilai, negara masih lemah dalam melaksanakan fungsinya melindungi anak. Bahkan, tak ada jaminan anak-anak terlindungi dan diasuh secara baik di ketika bersama orangtuanya sendiri.

"Tak ada yang bisa mencegah niat dan rencana orangtua merenggut nyawa dan merampas hak hidup mereka. Pelibatan anak dalam kasus teror bom bunuh diri di Surabaya itu menjadi fakta yang menjelaskan bahwa masih ada kelemahan atau kesalahan negara dalam melindungi anak-anak," kata Bambang.

Menurut dia, pemerintah daerah tak bertindak ketika pihak-pihak yang terlibat terorisme tak mengizinkan anak-anak mereka bersekolah. Sayangnya, negara melalui pemerintah daerah setempat tidak berbuat apa-apa ketika anak-anak yang dilarang bersekolah oleh orangtua mereka justru didoktrin dengan radikalisme.

Dia menilai, penyebaran dan penyusupan pandangan atau benih-benih radikalisme dan terorisme yang menyasar remaja dan anak bukan fenomena baru. Dalam beberapa tahun belakangan ini, kata dia, kegiatan menyusupkan pandangan radikalisme bahkan sudah dilakukan secara terbuka melalui materi yang disisipkan pada buku pelajaran.

Namun, kata pria yang kerap disapa Bamsoet itu, negara dalam merespons fenomena yang tidak baru ini terkesan minimalis. Karena itu pemerintah harus lebih getol menerapkan UU Perlindungan Anak.

"Kini, sudah waktunya negara bersikap. Apalagi, ada payung hukum sebagai pijakan bagi negara untuk segera menghentikan fenomena yang membahayakan itu. Pasal 59A UU Perlindungan Anak menegaskan bahwa pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak," tegas dia.

 

Persempit Ruang Gerak

Selain itu, Bamsoet mendorong negara mempersempit ruang gerak penebar benih-benih radikalisme. Atas nama kepentingan masa depan bangsa dan negara, lanjutnya, pemerintah perlu menjalin kerja sama dengan semua organisasi keagamaan di dalam negeri untuk merumuskan strategi menangkal radikalisme pada anak dan remaja.

"Biarlah para pemuka agama menetapkan apa yang benar dan apa yang salah. Berdasarkan penetapan dari para pemuka agama itulah negara bertugas untuk mereduksi atau menghentikan penyebarluasan ajaran-ajaran yang salah itu kepada remaja dan anak-anak," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya