Liputan6.com, Jakarta - Kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa HTI bukanlah organisasi terlarang.
Menurut dia, ada konsuensi pidana bagi pihak-pihak yang menyebut HTI adalah organisasi terlarang lantaran mengarah pada pencemaran nama baik.
Baca Juga
"Kami imbauan semua kalangan berhati-hati mengenalan label "Organisasi Terlarang" kepada Hizbut Tahrir Indonesia, sebab label tersebut tidak terdapat pijakan hukumnya sehingga dapat mengarah kepada perbuatan fitnah atau pencemaran nama baik yang mengandung konsekuensi pidana," kata Yusril di kantornya, Kawasan Jakarta Selatan, Jumat (2/11/2018).
Advertisement
Menurut dia, tidak ada satu putusan pengadilan pun yang telah menyatakan paham atau ideologi khilafah yang didakwahkan penggiat HTI sebagai paham terlarang. Hingga kini, Menkumham melalui SK Nomor AHU-30.AH.01.08 hanya mencabut status badan hukum HTI, bukan kriminalisasikan pahamnya.
"Terhadap perseorangan anggota atau pengurus HTI yang ingin menjalankan kegiatan dakwah secara individu atau menggunakan perkumpulan tidak berbadan hukum, maka tetap sah dan legal di mata hukum," jelasnya.
Bukan PKI
Yusril menjelaskan bahwa dalam sejarah ketatanegaraan, hanya PKI yang dinyatakan sebagai organisasi terlarang berdasarkan TAP MPRS No: XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dan larangan menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
"Atas dasar apa mengatakan HTI adalah organisasi terlarang seperti PKI. Jadi, kami akan bersikap tegas karena tidak ada dasar hukum. Kami tunjukkan bukti-bukti hanya PKI yang dinyatakan partai terlarang," ujarnya.
Sementara itu, mantan juru bicara HTI Ismail Yusanto berharap agar supaya tidak ada lagi orang ataupun kelompok yang mengatakan HTI sebagai organisasi terlarang.
"Setelah ini berlaku apa yang dikatakan Yusril tidak boleh lagi ada orang yang mengatakan HTI organisasi terlarang," imbuh Ismail Yusanto di lokasi.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement