KPK Tetapkan Dirut Perum Jasa Tirta II Tersangka Korupsi

Perkara itu berawal pada tahun 2016 usai Djoko Saputro diangkat menjadi Direktur Utama Perum Jasa Tirta II.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 07 Des 2018, 18:21 WIB
Diterbitkan 07 Des 2018, 18:21 WIB
KPK
Gedung KPK di jalan Kuningan Persada Kavling K4, Jakart Selatan. (Liputan6.com/Lizsa Egeham)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II, Djoko Saputro sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konstruksi di Perum Jasa Tirta II tahun 2017.

Selain Djoko Saputro, satu orang dari pihak swasta atas nama Andririni Yaktiningsasi juga ditetapkan tersangka.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu DS dan AY," tutur Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (7/12/2018).

Perkara itu berawal pada tahun 2016 usai Djoko Saputro diangkat menjadi Direktur Utama Perum Jasa Tirta II. Dia diduga menginstruksikan agar melakukan revisi anggaran.

"Dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan Pengembangan SDM dan strategi korporat yang pada awalnya senilai Rp 2,8 miliar menjadi Rp 9,55 miliar," jelas dia.

Relokasi anggaran untuk perencanaan strategis korporat dan proses bisnis sendiri senilai Rp 3,82 miliar. Sementara perencanaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jaya Tirta II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan Rp 5,73 miliar.

"Perubahan tersebut diduga dilakukan tanpa adanya usulan bank dan unit Iain. Dan tidak sesuai aturan yang berlaku," kata Febri.

Setelah revisi anggaran, Djoko memerintahkan Andririni Yaktingsasi menjadi pelaksana pada kegiatan tersebut. Dalam dua kegiatan itu, Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT. Bandung Management Economic Center dan PT. 2001 Pangripta.

Realisasi penerimaan pembayaran untuk kedua pelaksanaan proyek sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 itu sebesar Rp 5.564.413.800.

 

 

Catut Nama

Djoko dan Andririni juga diduga mencantumkan nama para ahli dalam kontrak sebagai formalitas memenuhi syarat administrasi lelang.

"Diduga kerugian keuangan negara setidak-tidaknya adalah Rp 3,6 miliar yang merupakan dugaan keuntungan yang diterima AY dari kedua pekerjaan tersebut, atau setidaknya lebih dari 66% dari pembayaran yang telah diterima," Febri menandaskan.

Saksikan video pilihan di bawah ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya