Gempa Besar dan Letusan Gunung Soputan, Apa Kata BMKG?

Gunung Soputan erupsi sebelum gempa magnitudo 6,1 mengguncang Papua. Gunung itu juga meletus setelah gempa Donggala dan Palu. Apakah itu terkait?

oleh Muhammad Ali diperbarui 19 Des 2018, 06:27 WIB
Diterbitkan 19 Des 2018, 06:27 WIB
Gunung Soputan erupsi (Twitter Sutopo Purwo Nugroho)
Gunung Soputan erupsi. (Twitter Sutopo Purwo Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Gempa bermagnitudo 7,4 yang mengguncang Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah, pada Jumat sore, 28 September 2018, telah memicu tsunami. Akibat kejadian ini, sekitar 2.010 orang meninggal dunia.

Sepekan setelah gempa di Donggala dan Palu, Gunung Soputan meletus. Gunung yang terletak di Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara itu mengeluarkan erupsi pada 3 Oktober 2018.

Tingkat aktivitas Gunung Soputan dinaikkan dari Level II (Waspada) menjadi Level III (Siaga). Periode erupsi gunung itu kemudian terjadi pada 3-4 Oktober 2018.

Setelah itu aktivitas kegempaan Gunung Soputan cenderung mengalami penurunan.

Selanjutnya Gunung Soputan kembali bergeliat pada Mingggu 16 Desember 2018. Pos Pengamatan Gunung Soputan di Silian Raya merekam gempa letusan Soputan dengan amplitudo maksimum 40 mm (overscale) dengan durasi 598 detik. Letusan juga disertai suara gemuruh yang terdengar dengan intensitas lemah-sedang.

Tak berselang lama, dalam kisaran beberapa jam gempa bermagnitudo 6,1 mengguncang Papua. Gempa yang terasa sekitar 4 detik itu membuat masyarakat sekitar berhamburan keluar rumah.

Lantas apakah letusan Gunung Soputan dengan gempa yang terjadi memiliki keterkaitan?

Kepala Bidang Informasi Gempa bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono, menjelaskan secara tektonovolkanik, gempa bumi signifikan dapat meningkatkan aktivitas vulkanisme gunung api. Meningkatnya aktivitas sebuah gunung api berkaitan dengan dinamika tektonik di sekitar kantung magma.

"Dalam hal ini peristiwa guncangan gempa akan mampu memicu meningkatnya aktivitas magmatik gunung api.

Akumulasi medan stress yang berlangsung terus menerus di zona gunung api dapat meningkatkan aktivitasnya," kata Daryono kepada Liputan6.com, Selasa (18/12/2018).

Stres-strain akibat gempa bumi yang berlangsung bertubi-tubi di sekitar gunung api dapat menekan cebakan reservoir magma. Aktifnya gunung api dimulai ketika berlangsungnya induksi perambatan stress-strain dari aktivitas seismik yang luar biasa.

"Dalam hal ini gempa kuat yang terjadi dekat dengan gunung api dapat menciptakan stress-strain yang memicu terjadinya perubahan tekanan hingga terbentuk naiknya magma ke dalam kantung magma," jelas dia.

 

Sebaran Episentrum Gempa

Gunung Soputan erupsi (Sumber: Istimewa)
Gunung Soputan erupsi (Sumber: Istimewa)

Aktifnya gunung api juga dapat disebabkan adanya perubahan tekanan gas yang cukup besar. Tingginya frekuensi aktivitas gempa kuat di dekat gunung api menjadi input motion yang menyebabkan terjadinya pergerakan gas di kantung magma.

Beberapa aktivitas seismik berkekuatan besar dekat gunung api juga disebutnya mampu mengubah tekanan gas dapur magma.

"Jika kita perhatikan peta tektonik Semenanjung Minahasa, di sana tampak adanya sebuah jalur tunjaman Sangihe ke arah barat menunjam di bawah Minahasa di mana Gunung Soputan berada. Di wilayah ini banyak sebaran episentrum gempa bumi di lepas pantai Minahasa hingga Laut Maluku," jelas Daryono.

Di zona ini dalam kerangka tektonik, selain terdapat jalur subduksi juga terdapat jalur sesar di daratan Minahasa. Dengan kondisi tatanan tektonik yang sedemikian kompleks, wilayah Minahasa telah menjadi kawasan seismik aktif dengan frekuensi kegempaan yang cukup tinggi di Indonesia.

"Di zona seismik yang aktif inilah Gunung Soputan menjadi sebuah gunung api yang aktif.

Tingginya aktivitas seismik di sekitar Gunung Soputan tercermin dari tingginya frekuensi gempa bumi signifikan yang seringkali mengguncang kawasan Semenanjung Minahasa," ujar dia.

Jika aktivitas vulkanisme gunungapi merupakan bagian dari rangkaian kegiatan tektonik, maka dapat dikatakan bahwa aktifnya Gunung Soputan tampaknya tidak terlepas dari adanya pengaruh kegiatan gempa bumi tektonik yang terjadi secara beruntun di sekitarnya.

"Gempa tektonik dapat mempengaruhi aktivitas vulkanisme bilamana gunung api tersebut sedang aktif. Jika tidak sedang aktif, aktivitas gunung api akan sulit terpicu oleh gempa tektonik," ucap dia.

Data aktivitas seismisitas gempa bumi signifikan itu kiranya cukup membuktikannya. Keberadaan dapur magma Soputan yang kini sudah kembali terisi magma menjadi labil karena dalam beberapa waktu terakhir terus menerus mendapatkan pukulan dan tekanan dari gelombang seismic dari gempa bumi yang terjadi di sekitarnya.

"Namun untuk membuktikan adanya kaitan aktivitas gempa tektonik dan erupsi Gunung Soputan tentunya masih perlu kajian lebih lanjut dan mendalam secara empirik," ujar pria yang juga Vice Presiden Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) Divisi Mitigasi Bencana Kebumian

Terkait dengan erupsi Gunung Soputan tersebut, seluruh warga diimbau tetap mentaati zona larangan yang sudah ditetapkan yang berwenang.

 

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya