Tsunami Selat Sunda, PVMBG Terjunkan Tim ke Gunung Anak Krakatau

PVMBG Badan Geologi menyatakan, aktivitas vulkanik [Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, belum terbukti berkaitan dengan terjadinya tsunami.

oleh Arie Nugraha diperbarui 23 Des 2018, 14:02 WIB
Diterbitkan 23 Des 2018, 14:02 WIB
Gunung Anak Krakatau
Gunung Anak Krakatau. (dok BNPB)

 

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi menyatakan, aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, belum terbukti berkaitan dengan terjadinya tsunami. 

Hal itu disebabkan, pada rekaman getaran tremor tertinggi yang selama ini terjadi sejak Juni 2018, tidak menimbulkan gelombang terhadap air laut bahkan hingga tsunami.

Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Badan Geologi Wawan Irawan, material lontaran saat letusan yang jatuh dari Gunung Anak Krakatau, masih di sekitar tubuh gunung api bersifat lepas dan sudah turun saat letusan ketika itu. Wawan menjelaskan untuk menimbulkan tsunami, perlu adanya runtuhan besar yang masuk ke dalam kolom air laut.

"Sedangkan letusan yang sekarang ini masih pada tipe yang strombolian, yang masuk pada letusan kecil. Nah kemudian ada dugaan lainnya, juga dikarenakan adanya longsoran tubuh Gunung Anak Krakatau," kata Wawan di Kantor PVMBG Badan Geologi, Jalan Diponegoro, Bandung, Minggu, 23 Desember 2018.

"Nah ini tentunya kalau untuk membuktikan ini, kita harus cek ke lapangan apakah betul morfologi dari tubuh krakatau yang sekarang ini sudah mengalami perubahan," 

Wawan mengatakan, untuk merontokkan bagian gunung api yang menjadi material longsoran ke bagian laut, diperlukan energi cukup besar dan dipastikan terdeteksi oleh seismograph di pos pengamatan gunungapi. Namun pada tanggal 22 Desember kemarin, Gunung Anak Krakatau terjadi letusan dengan tinggi asap berkisar 300 - 1500 meter di atas puncak kawah.

Secara kegempaan, terekam gempa tremor menerus dengan amplitudo overscale (58 mm). Gempa tremor itu terus terjadi sejak 23 Juli lalu, dengan lontaran material pijar yang jatuh di sekitar pantai dan radius bahaya diperluas dari 1 Kilometer menjadi 2 Kilometer dari kawah.

"Hari ini PVMBG mengirimkankan satu tim ke Gunung Anak Krakatau untuk memeriksa kondisi morfologi di sana sebagai pembuktian adanya longsoran. Di masyarakat ada dugaan Krakatau akan meletus besar ini harus diklarifikasi bahwa letusannya yang kita pantau letusannya masih seperti biasa. Masyarakat diharapkan tenang," ujar Wawan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Rawan Bencana

PVMBG Badan Geologi menyebutkan peta Kawasan rawan bencana (KRB) menunjukkan, hampir seluruh tubuh Gunung Anak Krakatau yang berdiameter 2 Kilometer merupakan kawasan rawan bencana.

Berdasarkan data-data visual dan instrumental potensi bahaya dari aktifitas Gunung Anak Krakatau saat ini, adalah lontaran material pijar dalam radius 2 Kilometer dari pusat erupsi. Sedangkan sebaran abu vulkanik tergantung dari arah dan kecepatan angin.

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental hingga tanggal 23 Desember 2018, tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau masih tetap Level II atau Waspada.

Pada status waspada tersebut, direkomendasikan kepada masyarakat tidak diperbolehkan mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius 2 Kilometer dari kawah. Masyarakat di wilayah pantai Provinsi Banten dan Lampung dihimbau tenang dan tidak mempercayai isu soal erupsi Gunung Anak Krakatau yang akan menyebabkan tsunami.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya