Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK tampak semringah. Tiba di Stasiun Bundaran HI, Jakarta Pusat, Rabu 20 Februari 2019 pukul 10.30 WIB, JK dan rombongan langsung naik kereta mass rapid transit (MRT) Jakarta menuju Stasiun Lebak Bulus. Sepanjang perjalanan, JK tampak menikmati moda transportasi baru Ibu Kota ini.
Didampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar, JK tak hanya menjajal rasanya jadi penumpang. JK yang mengenakan batik panjang dan bertopi hitam itu juga duduk di kursi masinis saat kereta kembali menuju Stasiun Bundaran HI.
"Sistem ini cocok kalau untuk Jakarta, (karena) penduduknya 10 juta. Pokoknya 10 tahun minimum 200 kilometer harus jadi, baru Jakarta akan bersaing sebagai kota metropolitan," ujar JK usai mencoba moda transportasi yang diberi nama Ratangga oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu.
Advertisement
Ratangga atau MRT Jakarta memang belum beroperasi secara reguler, namun terus melakukan uji coba setiap harinya hingga diresmikan pada akhir Maret mendatang. Uji coba itu pun belum bisa mengikutkan warga Ibu Kota.
"MRT baru beroperasi penuh antara tanggal 24 Maret dan 31 Maret. Minggu depan uji coba penuh (full trial run), tapi masih belum bisa melibatkan publik. Publik baru bisa mencoba tanggal 12 Maret dan harus mendaftar melalui website MRT," terang Corporate Secretary PT MRT Jakarta Muhammad Kamalludin kepada Liputan6.com, Jumat (22/2/2019).
Usai melakukan pendaftaran, nantinya masyarakat akan mendapatkan quick response (QR) code atau bukti pendaftaran yang perlu dicetak. Bukti itu nantinya perlu dibawa pada saat mau menjajal naik MRT. Masyarakat yang ingin naik Ratangga secara gratis itu pun tak dibatasi oleh kuota.
Selama masa uji coba tersebut, lanjut dia, masyarakat yang akan menggunakan MRT tidak akan dipungut biaya sama sekali alias gratis. Di sisi lain, jumlah kereta yang disediakan masih dibatasi karena belum diluncurkan secara resmi.
"Nanti prosedurnya masih kita susun, dan batas (jumlah masyarakat) masih kita tentuin, kemudian aksesnya dari stasiun mana dulu. Ini juga belum langsung serempak 13 stasiun langsung full pelayanan, kan masih belum bayar, masih gratis, makanya kita atur dulu," jelas Muhammad Kamalludin.
Pada Fase I ini, MRT Jakarta memiliki 13 stasiun. Tujuh di antaranya adalah stasiun layang yang berada di Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja. Sedangkan stasiun bawah tanah berada di Senayan, Istora, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, dan Bundaran Hotel Indonesia.
Jika sudah beroperasi penuh dan semua stasiun telah dibuka untuk melayani jalur perjalanan sepanjang 15,7 kilometer, pihaknya meyakini Ratangga bisa membawa 130 ribu penumpang setiap harinya. Namun, bukan hanya jumlah penumpang yang menjadi perhatian PT MRT Jakarta, melainkan adanya perubahan budaya warga Ibu Kota.
"Kita tentunya ingin mengembangkan budaya mengantre dengan tertib dan teratur, untuk kemudian beralih ke moda lain seperti bus umum dan kendaran pribadi maupun online di tempat yang sudah ditentukan secara disiplin," ujar Muhammad Kamalludin.
Hanya saja, dia belum mengetahui tarif atau ongkos yang akan dikenakan bagi penumpang Ratangga nantinya. "Tarif akan diumumkan Pemprov DKI," pungkas dia.
Sementara, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan pihaknya sedang melakukan kajian final untuk menghitung tarif MRT Jakarta. Dia menyebutkan, kajian tarif MRT Jakarta bakal dihitung berdasarkan jarak per kilometer.
"Tinggal diumumkan, sebelum data lengkap saya tidak akan umumkan (angkanya)," kata Anies saat ditemui di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (22/2/2019).
Oktober 2018 lalu, PT MRT Jakarta mengajukan tarif jarak terjauh, Stasiun Lebak Bulus-Hotel Indonesia sebesar Rp 13 ribu. Usulan tarif ini sudah diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk diputuskan.
Angka tersebut berasal dari kajian tentang kesanggupan masyarakat membayar ongkos perjalanan MRT. Hasilnya, masyarakat akan membayar Rp 8.500 untuk 10 kilometer pertama. Sedangkan untuk rute selanjutnya, formulasi biaya yang dibebankan adalah Rp 700 per kilometer.
Sementara pada peninjauan November tahun lalu, Presiden Jokowi memperkirakan tarif perjalanan menggunakan Ratangga paling tinggi Rp 9.000.
"Tarifnya Rp 8.000 sampai Rp 9.000," kata Jokowi di Stasiun Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Selasa 6 November 2018.
Melayang Bisa, Masuk Terowongan Ayo
Mimpi buruk warga Jakarta akan kemacetan yang setiap hari terpampang di depan mata agaknya bakal segera berkurang. Mulai Maret mendatang, Jakarta akan memiliki sistem transportasi mass rapid transit (MRT) yang diharapkan pemerintah menjadi langkah pertama menghapus kemacetan di Ibu Kota.
Sarana transportasi yang kini juga populer dengan istilah Moda Raya Terpadu itu diyakini bakal membuat warga pengguna kendaraan pribadi beralih menggunakan MRT Jakarta. Alasannya, moda ini bebas macet, cepat dan modern.
"Inilah saatnya untuk mengubah Jakarta. Inilah saatnya untuk menjadikan Jakarta lebih baik dan bebas dari kemacetan," kata Direktur MRT Jakarta William Sabandar, beberapa waktu lalu.
Ucapan William tak main-main. Ada tiga moda transportasi berbasis rel yang akan mengepung Jakarta di masa depan. Yakni kereta rel listrik (KRL), light rail transit (LRT) dan MRT. Ketiga moda transportasi dengan sarana kereta tersebut diharapkan mampu melayani mobilitas warga Ibu Kota dalam beraktivitas sehari-hari, sekaligus memangkas kemacetan.
Meski terkesan sama, ketiga moda ini punya beberapa perbedaan baik dari perlintasan, kapasitas penumpang, dan rangkaiannya. LRT atau kereta api ringan, misalnya, mengacu pada beban ringan dan bergerak cepat. Meskipun MRT dan KRL memiliki daya angkut lebih besar, LRT dapat memindahkan penumpang melalui operasi rute yang lebih banyak.
Selain itu, kelebihan dari moda transportasi LRT ini, sistem perlintasannya dibuat melayang sehingga tidak memiliki konflik sebidang yang sering ditemukan di lintasan KRL. Karenanya, headway atau jarak antarkereta dapat dipastikan waktunya.
Sedangkan commuter line atau KRL yang sudah mulai beroperasi sejak tahun 1925 merupakan kereta rel yang menggunakan sistem propulsi motor listrik sebagai penggerak keretanya. KRL yang melayani rute Jabodetabek ini seringkali mengalami konflik sebidang dengan penyeberangan jalur kendaraan mobil dan motor. Hal ini yang kerap menimbulkan kemacetan serta kecelakaan.
Kemudian MRT yang merupakan transportasi dengan transit cepat dan memiliki daya angkut yang lebih besar dari LRT. Perlintasannya dibuat melayang dan bawah tanah, sehingga meminimalisir pertemuan dengan konflik sebidang sama halnya dengan LRT.
Ketika tahap pertama mulai beroperasi pada Maret mendatang, 14 rangkaian kereta MRT akan digunakan untuk layanan harian mulai pukul 05.00 pagi hingga tengah malam. Sementara dua lainnya tetap disiagakan jika terjadi keadaan darurat. Rute ini membentang sejauh 15,7 kilometer antara Lebak Bulus di pinggiran selatan dan Bundaran Hotel Indonesia.
Lebak Bulus adalah lingkungan perumahan yang padat penduduk. Dengan transportasi umum lainnya, dibutuhkan waktu sekitar 90 menit untuk menempuh perjalanan menuju Bundaran HI. Tetapi, dengan MRT waktu perjalanan akan menjadi satu jam lebih pendek atau hanya sekitar 30 menit.
"Kita bersama-sama mencoba MRT dari Bunderan HI sampai di Lebak Bulus sepanjang 16 KM. Ini uji coba terus dan saat tadi kita naik dengan kecepatan 60 km per jam, suaranya dapat dikatakan tidak ada bisingnya, tidak terdengar, menurut saya sangat bagus sekali," puji Presiden Jokowi usai menjajal MRT di Depo Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Selasa 6 November 2018.
Pada kesempatan itu, Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar juga memaparkan spesifikasi teknis moda yang diberi nama Ratangga ini. Dia mengatakan, kereta MRT Jakarta dibuat oleh perusahaan Nippon Sharyo asal Jepang. Posisi kemudi masinis berada di sisi sebelah kanan karena disesuaikan dengan arah jalur perjalanan kereta.
Seluruh kereta MRT Jakarta dibuat dari material stainless steel. Satu rangkaian kereta MRT Jakarta dapat menampung sebanyak 1.200 penumpang dan jika sangat padat dapat mencapai 1.950 penumpang. Satu unit kereta atau gerbong memiliki 2 unit penyejuk ruangan.
Satu rangkaian kereta nantinya terdiri dari 6 kereta. Pada kereta 1 dan 6 yang merupakan kereta dengan kabin masinis merupakan kereta tanpa motor penggerak atau disebut juga trailer car. Untuk kereta 2 hingga 5 yang merupakan kereta tanpa kabin masinis memiliki masing-masing 1 pantograf tipe single arm dengan motor penggerak atau disebut juga motor.
Dengan semua keunggulan itu, MRT ternyata tak hanya diperuntukkan bagi warga Jakarta. Paling tidak menurut Presiden Jokowi, moda transportasi jenis ini akan terus digeber di kota-kota lain yang memiliki problem serupa dengan Ibu Kota.
"Memang harus berani memulai seperti di sini. Jakarta sudah memulai. Palembang memulai. Nanti Bandung mulai, Surabaya mulai, Medan mulai. Saya kira memang transportasi massal ini adalah masa depan transportasi kita untuk menghindari kemacetan di kota mana pun," ujar Jokowi.
Pertanyaan sekarang, apakah proses pembangunan moda MRT di kota-kota lain juga akan memakan waktu yang lama seperti di Jakarta?
Â
Advertisement
Mimpi Habibie yang Terwujud di Era Jokowi
Keinginan untuk menjadikan Jakarta sebagai kota yang modern, khususnya dari sisi moda transportasi, sudah tercetus sejak lama. Puluhan tahun lalu, banyak sudah studi yang mempelajari pengembangan sarana transportasi modern di Ibu Kota.
Bahkan, sejak 1980 lebih dari 25 studi subjek umum dan khusus telah dilakukan terkait dengan kemungkinan membangun sistem mass rapid transit (MRT) di Jakarta. Sementara dari sisi pemikiran, ide awal transportasi massal ini sudah dicetuskan sejak 1985 oleh Bacharuddin Jusuf Habibie yang ketika itu menjabat Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Tak sekadar mencetuskan gagasan, Habibie juga mendalami berbagai studi dan penelitian tentang MRT. Namun, semua gagasan itu tak kunjung terwujud. Salah satu alasan utama yang membuat rencana itu tertunda adalah krisis ekonomi dan politik pada 1997-1999.
Selepas krisis, Jakarta yang ketika itu dipimpin Gubernur Sutiyoso melanjutkan studi sebelumnya. Selama 10 tahun pemerintahan Sutiyoso (1997-2007), setidaknya ada dua studi dan penelitian yang dijadikan landasan pembangunan MRT.
Pada 2004, Sutiyoso mengeluarkan keputusan gubernur tentang pola transportasi makro untuk mendukung skenario penyediaan transportasi massal, salah satunya angkutan cepat terpadu yang akan digarap pada 2010.
Dilanjutkan Agustus 2005, sub Komite MRT dibentuk untuk mendirikan perusahaan operator MRT. Pada 18 Oktober 2006, dasar persetujuan pinjaman dengan Japan Bank for International Coorporation dibuat.
Perlu dua tahun kemudian atau setahun setelah Fauzi Bowo menggantikan posisi Sutiyoso menghuni Balai Kota Jakarta, PT Mass Rapid Transit Jakarta (PT MRT Jakarta) berdiri pada 17 Juni 2008. Berbentuk badan hukum perseroan terbatas dengan mayoritas saham dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI Jakarta 99.98% dan PD Pasar Jaya 0.02%)​.
Dikutip dari laman www.jakartamrt.co.id, PT MRT Jakarta memiliki ruang lingkup kegiatan di antaranya untuk pengusahaan dan pembangunan prasarana dan sarana MRT, pengoperasian dan perawatan prasarana dan sarana MRT, serta pengembangan dan pengelolaan properti/bisnis di stasiun dan kawasan sekitarnya, serta depo dan kawasan sekitarnya.
Pada tahun yang sama, perjanjian pinjaman untuk tahap konstruksi ditandatangani, termasuk pula studi kelayakan pembangunan MRT. Pada 31 Maret 2009, perjanjian kredit pertama dengan jumlah 48,150 miliar Yen untuk membangun Sistem MRT Jakarta ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Japan International Corporation Agency (JICA) di Tokyo, Jepang. Secara keseluruhan, paket pinjaman dari JICA untuk pengembangan sistem MRT Jakarta bernilai total ¥ 120 miliar Yen.
Namun, semua itu tak membuat pembangunan MRT dimulai yang berarti janji Fauzi Bowo di masa kampanyenya Pilgub 2007 tak bisa dipenuhi. Pada Pilgub DKI Jakarta 2012, dia berjanji lagi bakal mengembangkan dan mengerjakan MRT jika kembali terpilih. Namun, dia kalah dari Joko Widodo atau Jokowi yang kemudian memimpin Ibu Kota.
Pengerjaan desain dasar untuk tahap pertama proyek MRT yang dibuat pada akhir 2010 dilanjutkan. Proses tender berlangsung pada akhir 2012 ketika gubernur baru Jakarta itu tiba-tiba mengatakan ingin meninjau kembali proyek MRT Jakarta. Jokowi juga mengumumkan bahwa proyek ini akan dilanjutkan sebagai salah prioritas dalam anggaran tahun 2013.
Butuh waktu setahun bagi Jokowi memutuskan pembangunan proyek MRT akan mulai dikerjakan. Pembahasan ini juga sempat alot ketika Jokowi rapat dengan warga Fatmawati yang terkena imbas proyek. Pada 28 November 2012, sang gubernur bahkan sempat keluar ruangan lantaran ada kericuhan dan protes warga yang menolak proyek MRT.
Namun, mimpi itu akhirnya mulai diwujudkan. Pada Kamis 10 Oktober 2013, pengerjaan proyek ini resmi dimulai dengan peletakan batu pertama di atas lahan yang rencananya berdiri Stasiun MRT Dukuh Atas, salah satu kawasan paling sibuk di Jakarta Pusat.
"(Sudah) 24 tahun warga Jakarta ini mimpi pengen punya MRT, mungkin juga sudah banyak yang mimpinya sudah hilang karena kok nggak dimulai-dimulai. Alhamdulillah pada pagi hari ini dimulai," ujar Jokowi dalam sambutannya.
Lebih dari lima tahun setelah proyek ini mulai dikerjakan, MRT yang kini juga disebut dengan Moda Raya Terpadu itu akan segera diresmikan untuk beroperasi secara penuh. Jokowi yang kini menjabat sebagai Presiden RI direncanakan meresmikan moda transportasi yang diberi nama Ratangga oleh Gubernur Anies Baswedan itu pada Maret mendatang.
Namun, Ratangga dengan rute Lebak Bulus-Bundaran HI bukanlah akhir mimpi Jokowi. Dia juga sudah meminta agar tahun ini juga pembangunan MRT Jakarta tahap kedua, yakni rute Bundaran Hotel Indonesia-Kampung Bandan (Ancol) segera dimulai. Demikian pula pembangunan MRT koridor East-West.
"Kita harapkan nanti pada tahapan kedua, HI sampai ke Ancol. Tahun depan plus kita harapkan yang East-West," kata Jokowi di Depo MRT Lebak Bulus, Selasa 6 November 2018.
Jadi, selamat datang Ratangga dan Jakarta yang makin modern.
Â