Liputan6.com, Jakarta - Dewan Pers akhirnya memutuskan surat kabar Indopos melanggar kode etik jurnalistik atas berita berjudul 'Ahok Gantikan Ma'ruf Amin?' yang ditayangkan pada edisi 13 Februari 2019.
"Karena membuat berita tidak berdasarkan informasi yang akurat. Teradu mengembangkan informasi rumor dari media sosial tentang Ahok menggantikan Ma'ruf Amin, disertai infografis dengan judul Prediksi 2019-2024," demikian bunyi putusan yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo, Jumat (22/2/2019).
Indopos juga dianggap tidak profesional karena tetap memberitakan rumor yang tidak berdasar fakta dan sumber yang jelas. Sementara rumor tersebut dapat memunculkan dampak negatif (hoaks yang diviralkan) dan menimbulkan sentimen SARA.
Advertisement
Selain itu Indopos juga tidak melakukan verifikasi dan klarifikasi atas substansi informasi dari media sosial terkait Ahok menggantikan Ma'ruf Amin. Hasil wawancara terhadap anggota tim TKN dan pakar yang merupakan upaya konfirmasi, sesungguhnya telah membantah substansi dari rumor yang beredar, namun Teradu tetap memberitakan bahkan disertai infografis yang dapat.
Teradu tetap mengembangkan informasi yang sejak awal sudah diberitakan oleh media pers lain sebagai konten yang menyesatkan atau disinformasi.Â
"Kemudian Teradu juga melanggar angka 5a dan 5c Pedoman Pemberitaan Media Siber karena telah mencabut berita di media siber indopos.co.id, mengubah dan kemudian mengunggah lagi, atas inisiatif sendiri dan tanpa disertai alasan," ucap putusan tersebut.Â
Atas putusan ini, Indopos wajib memberikan hak jawab proporsional pada Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf yang mengadukan masalah ini ke Dewan Pers. Indopos juga wajib meminta maaf pada TKN dan masyarakat.
Indopos wajib memuat Infograsis sebelumnya di edisi cetak dan online dengan penambahan kata 'Hoaks' di dalamnya. Untuk artikel lama yang dimuat di media online, Indopos wajib menggantinya hak jawab dan permintaan maaf.
Diadukan ke Dewan Pers
Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin melaporkan sebuah surat kabar harian nasional ke Dewan Pers, Menteng, Jakarta Pusat.
Direktur Hukum dan Advokasi TKNÂ Jokowi-Maruf, Ade Irfan Pulungan mengatakan pihaknya mengadukan pemberitaan surat kabar yang terbit pada Rabu, 13 Februari 2019. Dia menyebut pemberitaan itu merupakan bentuk fitnah kepada paslon nomor 01.
"Pemilu aja belum terjadi dan ini sudah diberitakan. Kedua mereka ngangkat ini berdasarkan media sosial dimana tingkat kebenarannya, diragukan," kata Ade di Jakarta, Jumat (15/2/2019).
Karena hal itu, Ade meminta Dewan Pers segera memproses dan menjatuhkan sanksi kepada salah satu media tersebut.
"Kami berharap bisa diporses lebih cepat karena menyangkut masalah pencapresan," jelasnya.
Â
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement
Apresiasi Kubu Jokowi
Sementara itu, Direktur Hukum dan Advokasi TKN kata Ade Irfan Pulungan menyampaikan, dari putusan tersebut, Indopos sebagai pihak teradu wajib melayani hak jawab dari pengadu yaitu pihak TKN Jokowi-Ma'ruf secara proporsional dan dimuat di halaman yang sama dengan disertai permintaan maaf kepada pengadu dan masyarakat selambat-lambatnya 3 hari setelah hak jawab diterima.
"Teradu wajib membuat kembali infografis di edisi cetak dan media siber dengan penambahan kata hoaks di dalamnya," ucap Irfan.
Indopos juga wajib mencabut berita yang dimuat di Indopos.co.id dan menggantinya dengan hak jawab dan permintaan maaf.
Sementara, untuk pihak pengadu dalam hal ini TKN Jokowi-Ma'ruf memberikan hak jawab selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah ditandatangi risalah dari hasilsidang ajudikasi itu. Irfan menyebut, Indopos wajib melaporkan bukti tindak lanjut risalah putusan ke Dewan Pers selambat-lambatnya tiga hari setelah dimuat.
"Kedua pihak sepakat mengakhiri kasus ini di dewan pers dan tidak membawa ke jalur hukum, kecuali kesepakatan tadi tidak dilaksanakan," ujarnya.
Ade pun mengapresiasi putusan Dewan Pers yang menyatakan Indopos bersalah. Sebab, dalam hal ini TKN merasa dirugikan atas pemberitaan tersebut. Terlebih, pers sebagai pilar keempat demokrasi sudah seharusnya bekerja secara independen dan profesional.
"Dalam waktu dekat kami akan sampaikan hak jawab. Kami menunggu kalau mereka tidak melakukan rekomendasi dari Dewan Pers, maka kami akan menempuh jalur hukum pidana dan perdata," pungkasnya.