Ditanya Hakim Apakah Bersalah Terima Suap PLTU, Idrus Marham: Saya Prihatin

Idrus merasa tidak menerima apapun dari pemilik Blackgold Natural Resources (BNR), Johannes Budisutrisno Kotjo.

oleh Nanda Perdana PutraLiputan6.com diperbarui 12 Mar 2019, 16:26 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2019, 16:26 WIB
Kasus PLTU Riau-1, Idrus Marham Jalani Sidang Pemeriksaan Terdakwa
Terdakwa dugaan penerimaan suap terkait kerja sama pembangunan PLTU Riau-1, Idrus Marham menjawab pertanyaan saat JPU KPK sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (12/3). Sidang memeriksa keterangan terdakwa. (Liputan6com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Sosial, Idrus Marham prihatin dirinya duduk sebagai terdakwa atas kasus penerimaan suap PLTU Riau-1. Dia merasa tidak menerima apapun dari pemilik Blackgold Natural Resources (BNR), Johannes Budisutrisno Kotjo, perusahaan yang menggarap proyek tersebut.

"Saya prihatin. Saya tidak terima uang karena saya sudah pagari," ucap Idrus saat memberikan keterangan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (12/3/2019).

Hakim Anwar kemudian menanyakan komunikasi Idrus dengan Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, yang menyinggung permintaan uang dari Johannes untuk operasional Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).

"Kami tidak memaksa Anda mengaku di sini. Tapi dari percakapan saudara dengan Eni apa anda merasa bersalah?" tanya Hakim Anwar.

"Saya hanya prihatin. Pikiran saya, saya batasi. (Eni bilang) Bang enggak apa-apa ini bagus untuk Golkar. Saya mengingatkan," tukas Idrus.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Diduga Menerima Suap

Sementara itu, keterlibatan Idrus dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1 lantaran diduga menerima suap Rp 2,25 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo, bos dari Blackgold Natural Resources (BNR), perusahaan yang menggarap proyek PLTU Riau-1.

Sebagaimana surat dakwaan jaksa penuntut umum pada KPK, uang yang diterima Idrus digunakan untuk pencalonan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

Atas perbuatannya, Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

 

Reporter: Yunita Amalia

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya