Ketua DPR Desak Fraksi untuk Kembali Pisahkan Pemilu Eksekutif dan Legislatif

Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai perlu ada evaluasi penyelenggaraan Pemilu 2019.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Apr 2019, 19:29 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2019, 19:29 WIB
Ilustrasi - Logistik Pemilu. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi - Logistik Pemilu. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai perlu ada evaluasi penyelenggaraan Pemilu 2019. Salah satunya, dengan melakukan kajian ulang terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017.

"Terutama terhadap perlunya segera diterapkan sistem pemilu yang murah, efisien dan tidak rumit serta tidak memakan banyak korban, baik terhadap penyelenggara pemilu, pengawas maupun pihak keamanan," kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu dalam siaran tertulisnya, Kamis (25/4/2019).

Selain ingin ada evaluasi pemilu, Bamsoet meminta fraksi-fraksi di DPR untuk mengembalikan sistem pemilu terpisah antara eksekutif yakni Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dengan Pemilihan Legislatif (Pileg) baik DPR, DPD maupun DPRD.

Menurut dia, pemisahan pemilu dapat dimodifikasi, misalkan pilpres dilaksanakan bersama dengan pilkada serentak. Sementara pileg dilaksanakan terpisah.

"Saya mendorong fraksi-fraksi yang ada di DPR RI sebagai perpanjangan tangan partai politik untuk mengembalikan sistem pemilu yang terpisah antara eksekutif (Pilpres dan pilkada) dan Pileg (DPR RI, DPD dan DPRD) seperti pemilu lalu," ungkap Bamsoet.

Politikus Partai Golkar ini juga menyoroti rencana penghitungan elektronik atau e-counting. Selain e-counting, lanjut dia, perlu juga di kedepankan sistem pemilihan e-voting untuk menekan biaya pemilu.

"Bukan hanya sekedar e-counting. Tapi e-voting yang bisa dimulai pada pilkada serentak mendatang, karena dapat menghemat tenaga dan biaya hingga triliunan rupiah," ucap Bamsoet.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Cukup Sekali

Ilustrasi Pemilu 2019
Badut berbentuk kotak suara Komisi Pemilihan Umum (KPU), ondel-ondel, dan marching band ikut meramaikan pawai Deklarasi Kampanye Damai di Monas, Minggu (23/9). (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menilai, pelaksanaan pemilu serentak dengan lima surat suara cukup sekali pada Pemilu 2019. Penyelenggara pemilu itu menilai, pemilu serentak tidak efektif dan di luar kapasitasnya.

"Cukup sekali pemilu serentak yang seperti ini. Dengan menyertakan lima surat suara atau lima kelompok pemilihan, sudah terbukti, paling tidak saat ini, melebihi kapasitas," ujar Komisioner KPU RI Viryan Aziz, di Gedung KPU RI, Jakarta, Selasa, 23 April 2019 seperti dilansir Antara.

Dia mengusulkan, lebih baik ke depan, Indonesia menggunakan pendekatan pengelompokan pemilu menjadi pemilu nasional dengan kelompok pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI dan DPD, serta pemilu lokal dengan dua pilihan.

Dua pilihan untuk pemilu lokal adalah pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, gubernur, wali kota dan bupati digabung menjadi satu serta dipilah, misalnya tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.

"Tentunya ini perlu kajian yang mendalam. Kalau tidak, sebagai awalan untuk melihat ke depan tentunya ini patut dipertimbangkan," kata Komisioner KPU, Viryan Aziz.

Menurut dia, pemilu sebaiknya bukan dilihat secara terpisah dengan pilkada, tetapi sudah saatnya pilkada juga dianggap sebagai rezim pemilu.

Dengan begitu, ucap dia, regulasi yang disusun sebaiknya terkait berapa pemilihan yang dapat dilakukan bersamaan atau tidak.

 

Reporter: Sania Mashabi

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya