Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi II DPR, Zainudin Amali menilai, perlu adanya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Menurutnya, revisi UU Pemilu perlu dilakukan mengingat banyak kekurangan yang terjadi pada Pemilu Serentak 2019.
"Saya setuju setelah terbentuknya pemerintahan baru, DPR yang baru segera maju dengan revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017," kata Amali di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/4/2019).
Advertisement
Amali mengatakan, ada beberapa pasal yang harus disempurnakan dalam UU tentang Pemilu. Misalnya saja, pasal yang mengatur waktu kampanye hingga kertas suara.
"Banyak hal yang tidak diperhitungkan pada saat merumuskan Undang-undang itu. Lamanya masa kampanyekan luar biasa energi pembelahan di tengah masyarakat kan luar biasa. Kemudian banyaknya kertas suara yang menimbulkan kelelahan dari petugas," ungkapnya.
Banyaknya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal selama proses Pemilu Serentak 2019 juga menjadi masalah. Menurut Amali, kasus ini mendorong DPR untuk merevisi UU tentang Pemilu.
Sedangkan terkait wacana pemisahan Pemilu dan Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada), Amali juga setuju. Namun, hal itu masih perlu dikaji lagi.
"Jangan kayak kemarin, mepet. Idealnya buat penyelenggara mereka sudah punya pegangan undang-undang apa yang menjadi patokan itu kira-kira 24 bulan sebelumnya. Kemarin sudah di ujung-ujung kita baru jadi bulan Agustus atau Juli 2017 sementara 2018 sudah mulai tahapan Pemilu cuma memang kita menghitungnya ke hari H," ucapnya.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tidak Efektif
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menilai, pelaksanaan pemilu serentak dengan lima surat suara cukup sekali pada Pemilu 2019. Penyelenggara pemilu itu menilai, pemilu serentak tidak efektif dan di luar kapasitasnya.
"Cukup sekali pemilu serentak yang seperti ini. Dengan menyertakan lima surat suara atau lima kelompok pemilihan, sudah terbukti, paling tidak saat ini, melebihi kapasitas," ujar Komisioner KPU RI Viryan Aziz, di Gedung KPU RI, Jakarta, Selasa, 23 April 2019 seperti dilansir Antara.
Dia mengusulkan, lebih baik ke depan, Indonesia menggunakan pendekatan pengelompokan pemilu menjadi pemilu nasional dengan kelompok pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI dan DPD, serta pemilu lokal dengan dua pilihan.
Dua pilihan untuk pemilu lokal adalah pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, gubernur, wali kota dan bupati digabung menjadi satu serta dipilah, misalnya tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.
"Tentunya ini perlu kajian yang mendalam. Kalau tidak, sebagai awalan untuk melihat ke depan tentunya ini patut dipertimbangkan," kata Komisioner KPU, Viryan Aziz.
Menurut dia, pemilu sebaiknya bukan dilihat secara terpisah dengan pilkada, tetapi sudah saatnya pilkada juga dianggap sebagai rezim pemilu.
Dengan begitu, ucap dia, regulasi yang disusun sebaiknya terkait berapa pemilihan yang dapat dilakukan bersamaan atau tidak.
Â
Reporter: Sania Mashabi
Advertisement