Liputan6.com, Jakarta - Menkomdigi Meutya Hafid akhirnya menghadirkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital mengenai pemanfaatan eSIM dalam penyelenggaraan telekomunikasi belum lama ini.
Adapun lewat Permen ini, Kementerian Komdigi mendorong percepatan migrasi eSIM. Pasalnya teknologi baru ini akan menjadi kunci dalam melawan kebocoran data dan penyalahgunaan identitas yang kian mengancam.
Advertisement
Meutya menyebut, transformasi ke teknologi eSIM alias embedded SIM merupakan bagian yang tidak terhindarkan dari revolusi digital global, demi keamanan dan efisiensi yang lebih tinggi.
Advertisement
Menurut Meutya, penggunaan eSIM bisa membatu menghindarkan pengguna dari spam, phishing, hingga judi online.
"eSIM adalah solusi masa depan. Dengan integrasi sistem digital dan pendaftaran biometrik, teknologi ini memberikan perlindungan ganda terhadap penyalahgunaan data serta kejahatan digital yang marak, seperti spam, phishing, dan judi online," kata Meutya, dikutip dari keterangan Komdigi, Sabtu (12/4/2025).
eSIM merupakan kartu SIM non fisik yang tertanam langsung dalam perangkat. Selain lebih aman, penggunaan eSIM juga membawa efisiensi bagi pengguna dan operator.
Teknologi ini pun turut mendukung ekosistem Internet of Things (IoT) dan efisiensi operasional industri telekomunikasi.
Soroti Pembatasan Jumlah Nomor Seluler Terdaftar
Meutya pun menyoroti pentingnya pembatasan jumlah nomor seluler yang terdaftar atas satu NIK. Sesuai Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2021, saat ini batas maksimal nomor telepon yang tertaut dengan satu NIK adalah tiga nomor per tiga operator. Totalnya sembilan nomor untuk tiga operator berbeda.
"Ada kasus di mana satu NIK digunakan oleh lebih 100 nomor. Ini sangat rawan untuk kejahatan digital dan membuat pemilik NIK yang sebenarnya harus menanggung akibat dari sesuatu yang tidak ia lakukan," kata Meutya.
Untuk itu, Komdigi akan menerbitkan Peraturan Menteri yang baru untuk memperketat pengawasan terhadap pembatasan tersebut sekaligus memperkuat aspek verifikasi identitas dalam proses registrasi.
Ia pun mengapresiasi operator seperti Telkomsel, Indosat, XL Axiata, hingga Smart Telecom yang telah menyediakan layanan migrasi ke eSIM, baik di gerai maupun secara daring.
Pemerintah juga mendorong operator melakukan edukasi masyarakat terkait migrasi eSIM sebagai bagian dari Gerakan Nasional Kebersihan Data Digital.
Advertisement
Migrasi ke eSIM Belum Wajib
Meutya menekankan, meski mendukung migrasi eSIM, saat ini migrasi belum bersifat wajib.
"Kami sangat menganjurkan masyarakat dengan perangkat yang sudah mendukung eSIM untuk segera beralih. Ini demi keamanan data pribadi dan perlindungan terhadap penyalahgunaan identitas," katanya.
Sekadar informasi, saat ini di Indonesia dengan 280 juta penduduk memiliki 350 juta nomor seluler aktif. Pemerintah pun punya tantangan dalam tata kelola data pelanggan.
Untuk itu, Meutya berkomitmen membersihkan data seluler yang bermasalah dan membangun ekosistem digital yang aman.
"Migrasi eSIm dan pembaruan data pelanggan akan menjadi fondasi penting menuju ruang digital Indonesia yang lebih sehat dan terpercaya," katanya.
Â
Â
