Liputan6.com, Den Haag - Film LIMA besutan Lola Amalia dan 4 sutradara lainnya ini, mendapat apresiasi penonton di Belanda. Selama 4 hari, Film berjudul LIMA yang mengangkat thema keberagaman dalam keyakinan beragama di Indonesia, diputar di empat kota, yaitu Leiden (23/4), Amsterdam ( 24/4), Eindhoven (28/4) dan Den Haag 29/4)
Menurut Yasmin Soraya, film LIMA memang sengaja diputar usai pencoblosan dalam pemilu Indonesia. Karena sangat relevan dengan situasi dan kondisi yang saat ini terjadi di Indonesia. Saat ini banyak terjadi perpecahan karena perbedaan pendapat karena mendukung salah satu calon presiden.
"Jadi tujuannya adalah mengajak masyarakat untuk melihat kembali pentingnya toleransi dan kembali bersatu. Karena seperti yang kita ketahui sejak Pemilu 2014 sampai saat ini, terutama menjelang pemilu, masyarakat sepertinya tidak lagi mengindahkan sikap toleransi dan menghargai perbedaan pendapat. Nah dengan diputarnya film ini, kami harapkan pelajar indonesia yang tinggal di belanda dan juga masyarakat diaspora serta warga Belanda bisa menangkap pesan yang disampaikan melalui film ini," kata Yasmin.
Advertisement
Yasmin Soraya adalah salah satu yang mengorganisir preview dan diskusi film LIMA. "Semula kami ingin menyesuaikan dengan judulnya yaitu LIMA, dengan ditayangkan juga di lima kota. Namun karena satu dan lain hal, maka pemutaran film ini hanya bisa diputar di 4 kota saja," ujar dia.
Respons Positif
Sekitar 30 sampai 60 penonton yang terdiri atas pelajar Indonesia, warga Belanda dan juga warga Indonesia yang tinggal di Belanda ( diaspora) datang ke acara diskusi dan preview film LIMA di 4 kota tersebut. Usai pemutaran film, Lola Amalia, sang sutradara mendapat benyak pertanyaan dan juga apresiasi dari para penonton.
"Saya senang dengan film ini, karena bisa menjelaskan kepada kami, bahwa kondisi di Indonesia ternyata sangat positif. Meskipun kita tahu ada banyak masalah yang sedang terjadi dan banyak fanatisme keagamaan yang muncul, namun melalui film ini saya jadi mengerti bagaimana negara yang beragam ini bisa maju secara positif," kata Annik warga Belanda dalam bahasa Indonesia yang cukup lancar.
"Terus terang ada banyak berita yang kami dengar, membuat kami takut ke Indonesia karena ada banyak ketidakjelasan dan ketidakjujuran. Tapi dengan melihat film ini, kami mendapat gambaran yang jelas tentang Indonesia," kata seorang penonton lain, yang juga warga Belanda.
Menurut Lola Amalia, sutradara sekaligus produser film LIMA ini mengaku sangat senang bisa membawa aura positif kebhinekaan di luar negeri, melalui sebuah film. "Di luar negeri, mereka punya humanity, diversity, democracy dan bahkan justice. Tapi yang mereka ngga punya adalah ketuhanan yang maha esa. Karena mereka tidak wajib memiliki kepercayaan terhadap Tuhan. Pancasila adalah ideologi yang menurut saya keren banget. Karena memiliki nilai yang bagus."
Pelajar Indonesia yang ada di luar negeri seperti Belanda dan juga warga Indonesia di belanda tentunya punya perasaan bangga karena bisa merawat keberagaman itu sampai ke luar negeri. Bisa menerima pesan dalam film ini dengan pandangan lebih luas.
Advertisement
Diawali Hidangan Kopi
Pemutaran film LIMA diawali dengan hidangan kopi dan teh hangat serta makanan kecil. Usai menonton film, Lola kemudian membuka ruang diskusi seputar thema film tersebut. Diskusi berlangsung seru.
"Tiap kota memiliki penonton yang berbeda. Misalnya, di Leiden karena banyak student, sehingga diskusinya menjadi lebih panjang yaitu 2 jam. Sedangkan di Amsterdam diskusi hanya berlangsung 45 menit karena penontonnya juga lebih umum. Sedangkan di Eindhoven, kebanyakan penontonnya adalah orang Belanda, jadi pertanyaannya tentu saja berbeda. Jadi saya mendapat feedback yang cukup positif," kata Lola menutup pembicaraan.
Preview film LIMA yang diputar di Belanda ini bekerjasama dengan PPI Belnda dan PPI kota tempat berlangsungnya pemutaran film dan juga Lesbumi NU serta stichting atau Yayasan Hibiscus Belanda.