Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan pelanggaran terkait Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng). KPU dianggap melanggar prosedur memasukkan data ke Situng.
Hal itu sebagaimana hasil putusan sidang dugaan pelanggaran administratif pemilu nomor 07/LP/PP/ADM/RI/00.00/V/2019. Bawaslu pun meminta KPU segera memperbaiki prosedur input data Situng.
"Memerintahkan KPU untuk memperbaiki tata cara dan prosedur dalam input data dalam situng," kata Ketua Majelis, Abhan dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Bawaslu, Jakarta, Kamis (16/5/2019).
Advertisement
Anggota majelis, Ratna Dewi Petalolo menambahkan, KPU banyak melakukan kesalahan dalam input data ke dalam Situng. Selain itu, masih ada kekeliruan yang dilakukan oleh petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam mengisi formulir C1.
Padahal, kata dia, pada Pasal 532 dan 536 Undang-Undang Pemilu Nomor 7/2017 disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan atau pengurangan suara dapat dipidana penjara paling lama empat tahun dan denda Rp 48 juta.
Meski begitu, putusan tersebut bukan berarti menganulir keberadaan Situng. Bawaslu memerintahkan KPU tetap mempertahankan Situng karena telah diakui dalam undang-undang yang berlaku.
"Oleh karenanya keberadaan Situng hendaknya dipertahankan sebagai instrumen yang digunakan KPU dalam menjamin keterbukaan dan akses informasi dalam penyelenggaraan pemilu bagi masyarakat," kata Ratna dalam persidangan.
Namun Bawaslu tetap mengingatkan agar KPU teliti dan akurat dalam memasukkan data ke Situng. Dengan teliti dan meminimalisasi kesalahan input data, diharapkan Situng tidak akan menimbulkan polemik di masyarakat.
Selain Situng, Bawaslu juga memutus KPU secara sah melanggar tata cara dan prosedur pendaftaran dan pelaporan lembaga survei. Putusan itu terkait laporan pelanggaran administrasi quick count atau hitung cepat.
Pada sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran administratif pemilu, nomor 08/LP/PP/ADM/RI/00.00/V/2019, Anggota Majelis, Rahmat Bagja menyebut KPU tidak melakukan pengumuman secara resmi terkait pendaftaran pelaksanaan kegiatan penghitungan cepat Pemilu 2019.
Selain itu, KPU juga tidak menyampaikan pembicaraan secara tertulis kepada lembaga yang telah melakukan penghitungan cepat hasil pemilu untuk memasukkan laporan sumber dana dan metodologi yang digunakan paling lambat 15 hari setelah pengumuman hasil survei jajak pendapat dan atau penghitungan cepat hasil pemilu.
"Tindakan KPU yang tidak menyurati secara resmi kepada lembaga penghitungan cepat hasil pemilu merupakan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 449 ayat 4 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Pasal 29 dan 30 ayat 1 PKPU 2018 tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat," ucapnya.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tak Pengaruhi Hasil Pemilu
Ketua KPU Arief Budiman enggan berkomentar jauh terkait putusan Bawaslu yang menyatakan pihaknya terbukti menyalahi prosedur input data Situng. Arief memilih menunggu salinan putusan resmi dari Bawaslu agar tidak salah tafsir.
Meski begitu, secara garis besar, Arief menangkap bahwa Bawaslu menilai ada yang kurang pas dengan tata cara dan prosedur input data pada Situng. Namun putusan tersebut tidak menganulir keberadaan Situng KPU.
"Ya nanti saya cek apa yang dianggap kurang pas, nanti saya cek. Benar enggak itu bisa, bagian mana yang harus diperbaiki. Saya kan belum terima salinannya. Tapi kan intinya dua itu tadi. Ada yang kurang pas mohon diperbaiki, tapi sistemnya tetap dijalankan," ujar Arief.
Komisioner KPU Pramono Ubaid mengatakan, pihaknya sudah melaksanakan perintah Bawaslu untuk memperbaiki prosedur input data Situng. Perbaikan yang dimaksud Pramono adalah koreksi begitu ada kesalahan input yang disebabkan kesalahan manusia.
"Perintah Bawaslu agar KPU melakukan perbaikan prosedur dan tata cara Situng juga sudah sejalan dengan komitmen KPU untuk melakukan koreksi jika ada laporan atau temuan salah input. Sejak awal telah kami tegaskan bahwa KPU terbuka atas laporan dan masukan publik, dan jika informasi itu benar, maka kami perbaiki," kata Pramono.
Dia menegaskan bahwa putusan Bawaslu sesuai dengan fungsi Situng, yakni sebagai informasi publik, bukan sebagai penetapan sah hasil pemilu. Penetapan hasil pemilu tetap dilakukan melalui rekapitulasi secara manual dan berjenjang.
Sehingga kesalahan prosedur dalam memasukkan data di Situng tidak akan mempengaruhi hasil Pemilu 2019.
"Dalam hal ini kami memandang bahwa Bawaslu telah memahami sepenuhnya fungsi penting Situng sebagai media informasi bagi publik, bukan hanya Paslon, untuk mengetahui hasil pemilu dari seluruh wilayah Indonesia," tandasnya.
Seknas Jokowi ikut menghormati putusan Bawaslu terkait Situng KPU. Namun mereka menegaskan bahwa putusan Bawaslu tersebut tidak serta merta membatalkan hasil Pemilu 2019.
"Artinya hasil penghitungan KPU yang sudah mencapai 84% tetap sah," ucap Sekjen Seknas Jokowi, Dedy Mawardi dalam keterangannya.
Menurut dia, Situng KPU bukan patokan utama penghitungan KPU. Yang jadi patokan adalah penghitungan manual yang dilakukan KPU secara berjenjang mulai dari TPS, hingga pleno KPU-RI.
"Karena itu, Seknas Jokowi tetap mendukung KPU untuk menyelesaikan penghitungan suara hasil pemilu 17 April 2019, serta meminta kepada Tim BPN Prabowo-Sandi membuktikan kecurangan yang selama ini dituduhkan dengan data yang sah secara hukum," pungkasnya.
Advertisement
Reaksi BPN Prabowo-Sandi
Putusan Bawaslu tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan dugaan kecurangan dalam Situng KPU yang diajukan tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi pada Kamis 2 Mei lalu. Pada waktu yang sama, BPN juga melaporkan dugaan pelanggaran terkait quick count atau hitung cepat.
BPN Prabowo-Sandi pun mengapresiasi langkah tegas Bawaslu yang memutuskan bahwa KPU bersalah terkait prosedur input data Situng maupun soal prosedur pendaftaran dan pelaporan lembaga survei.
"Hari ini alhamdulilah Bawaslu sudah memutus bahwa KPU bersalah soal Situng maupun quick count ya," kata Jubir BPN Prabowo-Sandi, Andre Rosiade saat dihubungi Liputan6.com.
Karenanya, langkah BPN bersama Prabowo-Sandi untuk menolak hasil rekapitulasi Pemilu 2019 akan dilanjutkan lewat dua hal. Pertama terkait pemilihan presiden, BPN akan membuktikan ke Bawaslu adanya kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan kubu 01.
"Dengan dugaan TSM, 01 bisa didiskualifikasi," kata Andre optimistis.
Kemudian langkah kedua, BPN akan melaporkan hasil Pileg 2019 lewat jalur Mahkamah Konstitusi (MK). Seperti pada daerah pemilihan Jakarta III, Madura, dan NTT.
Lewat langkah ini, Andre menegaskan, BPN Prabowo-Sandi menempuh cara yang taat hukum. Bukan makar dan segala tuduhan inkonstitusi lainnya.
"Langkah kami konstitusional, bukan makar. Jadi jangan asbun (asal bunyi) ya," ucap Andre menandaskan.
Namun, Menko Polhukam Wiranto menepis tuduhan adanya kecurangan pada Pemilu 2019, khususnya pada Pilpres yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, masif, dan brutal. Dia menegaskan, jika memang ada konspirasi, maka aktor utamanya adalah Menko Polhukam.
"Kalau ada konspirasi antara pemerintah dengan penyelenggara pemilu, aktornya kan Menko Polhukam. Saya pasti tahu," ucap Wiranto.
Karena itu, untuk meyakinkan masyarakat hal tersebut tidak ada. Dirinya pun berani bersumpah.
"Saya berani bersumpah di bulan puasa ini, Demi Allah Yang Maha Kuasa enggak pernah ada niatan, pemikiran, tindakan. 'Eh Pak KPU sini ya kita rundingan kita menangkan nomor sekalian' enggak pernah ada," kata mantan Panglima ABRI itu menandaskan.