Komnas HAM Tak Temukan Kejahatan Pidana Terkait Meninggalnya Petugas Pemilu 2019

Tim Pemantauan Pemilu 2019 Komnas HAM RI sendiri secara serentak melakukan pantauan lapangan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur l, dan Banten pada 15-18 Mei 2019.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 26 Mei 2019, 01:00 WIB
Diterbitkan 26 Mei 2019, 01:00 WIB
TKN Milenial Jokowi-Ma'ruf
Pengunjung car free day meletakan bunga yang diberikan oleh anggota TKN Milenial Jokowi-Ma'ruf dalam kegiatan tabur bunga di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (28/4/2019). Aksi tersebut sebagai bentuk duka atas meninggalnya 272 petugas KPPS dalam Pemilu 2019. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Komnas HAM merilis hasil pemantauan terkait meninggalnya ratusan petugas penyelenggara Pemilu 2019. Putusan pada sidang paripurna 6 Mei menunjukkan bahwa tidak ada unsur kejahatan pemilu.

"Komnas HAM sampai saat ini belum menemukan indikasi tindak pidana yang mengarah pada kejahatan pemilu dalam penyelenggaraan pemilu," ungkap isi Keterangan Pers Nomor 005/Humas/KH/V/2019 yang diterima Liputan6.com, Sabtu (25/5/2019).

Tim Pemantauan Pemilu 2019 Komnas HAM RI sendiri secara serentak melakukan pantauan lapangan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur l, dan Banten pada 15-18 Mei 2019.

Serangkaian tindakan tersebut dilakukan dengan meminta keterangan langsung dari keluarga petugas yang meninggal dunia, rekan KPPS, dan petugas sakit secara langsung. Termasuk data-data dari KPU Provinsi, Bawaslu Provinsi, KPU Kabupaten Kota, serta Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten Kota di wilayah tersebut.

Dari situ, ada sejumlah temuan Komnas HAM. Untuk aspek regulasi kepemiluan, melihat antusiasme pemilih dalam berpartisipasi dan saksi yang kritis, hingga adanya pengawas TPS, membuat petugas KPSS berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya. Pada akhirnya itu memicu waktu penghitungan menjadi lebih panjang.

Sementara sebelum pemungutan suara dilaksanakan, petugas KPPS sudah sibuk menulis dan membagikan C6, menyiapkan pembuatan TPS, dan lainnya.

Termasuk proses penghitungan suara yang dilakukan tanpa jeda sampai dini hari, bahkan pagi berikutnya, membuat petugas KPPS tidak memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat sehingga menimbulkan tingkat kelelahan yang tinggi. Hal ini yang diduga memicu munculnya berbagai macam gejala penyakit.

Komnas HAM kemudian melihat adanya faktor kelalaian negara dengan menurunkan standar regulasi persyaratan KPPS tentang syarat mampu secara jasmani dan rohani, serta bebas dari penyalahgunaan narkoba. Semula harus berdasarkan hasil pemeriksaan rumah sakit atau puskemas, namun diganti dengan surat pernyataan dari yang bersangkutan.

Rata-rata petugas pemilu hanya menggunakan surat keterangan sehat biasa dari Puskemas yang tidak mencantumkan riwayat atau resiko kesehatan petugas. Bahkan surat penyataan sehat pribadi juga diterima.

 

Diposisikan Sebagai Relawan

TKN Milenial Jokowi-Ma'ruf
Pengunjung car free day meletakan bunga yang diberikan oleh anggota TKN Milenial Jokowi-Ma'ruf dalam kegiatan tabur bunga di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (28/4/2019). Aksi tersebut sebagai bentuk duka atas meninggalnya 272 petugas KPPS dalam Pemilu 2019. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Negara juga dinilai belum berkomitmen dengan menempatkan petugas pemilu layaknya relawan volunteer. Pada akhirnya, perspektif perlindungan terhadap mereka menjadi lemah, baik aspek asuransi kesehatan hingga pembiayaan lainnya seperti honor dan pemenuhan syarat administrasi.

Negara juga tidak mengatur batas usia maksimal para petugas penyelenggara pemilu. Situasi ini menjadi salah satu faktor kerentanan sebab usia rata-rata yang meninggal adalah di atas 40 tahun.

Kemudian dari aspek jaminan kesehatan, Komnas HAM menemukan fakta adanya pengabaian terhadap perlindungan kesehatan petugas pemilu. Mereka tidak mendapat prioritas penanganan medis melalui asuransi sehingga berdampak pada pembiayaan secara mandiri.

Komnas HAM juga melihat tidak adanya langkah terpadu dari KPU, Bawaslu, dan Kementerian Kesehatan sebelum sakitnya petugas secara masal. Surat edaran yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan baru dilakukan pada 8 Mei 2019 dan efektivitas di lapangan masih belum terlihat.

Sementara untuk aspek kerawanan, Komnas HAM belum menemukan adanya tindakan yang bersifat intimidasi dan kekerasan fisik terhadap petugas pemilu. Baik oleh paslon presiden-wakil presiden, partai politik dan saksinya, juga pihak lainnya.

Berdasarkan hal tersebut, Komnas HAM sampai saat ini belum menemukan indikasi tindak pidana yang mengarah pada kejahatan pemilu dalam penyelenggaraan pemilu.

Demi meningkatkan kualitas pemilu dan penghormatan atas hak untuk hidup Komnas HAM merekomendasikan dilakukannya autopsi kepada petugas yang meninggal dengan persetujuan keluarga menjadi syarat utama.

Kemudian negara harus melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap sistem kepemiluan yang berimbas terhadap dampak kematian dan sakit bagi penyelenggara pemilu. Baik aspek regulasi persyaratan mengenai rekrutmen, usia, beban kerja, jaminan kesehatan atau asuransi, kelayakan honor, dan logistik kepemiluan.

Negara harus memastikan adanya tanggung jawab, terkait penanganan petugas pemilu. Baik meninggal, sakit, termasuk pemulihannya dan memberikan pembebasan biaya pengobatan.

Keterangan pers ini diterbitkan pada 21 Mei 2019 dengan mencantumkan tujuh Komisioner Komnas HAM yakni Ahmad Taufan Damanik, Hairansyah, Sandrayati Moniaga, Amiruddin, Beka Ulung Hapsara, Munafrizal Manan, dan M Choirul Anam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya