Jangan Lewatkan 'Wajah Baru' Toba Caldera World Music Festival

Gema dari event ini diharapkan terdengar kencang karena para musisi yang terlibat tidak main-main. Kualitasnya sangat mendunia.

oleh stella maris diperbarui 06 Jun 2019, 11:03 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2019, 11:03 WIB
Toba Caldera World Music Festival
Toba Caldera World Music Festival 2019/Instagram @suarasama.

Liputan6.com, Jakarta Toba Caldera World Music Festival (TCWMF) 2019 siap digelar. Event musik kelas dunia ini bakal diselenggarakan selama tiga hari, tepatnya pada 14-16 Juni 2019, di Bukit Singgolom, Desa Lintong Ni Huta, Kecamatan Tampahan, Toba Samosir. 

TCWMF yang digagas oleh lembaga Rumah Musik Suarasam, ini akan merangkul berbagai komunitas di kota Balige dan masyarakat kecamatan Tampahan Tobasa. Tujuannya tak lain untuk memperkenalkan dan mempromosikan destinasi wisata Danau Toba hingga ke mancanegara.

Untuk itu, sejumlah perbaikan terus dilakukan. Menurut Director od Festival TCWMF Irwansyah Harahap, tahun ini penyelenggara mempunyai tantangan yang baru.

"Tahun lalu kami mengadakannya dalam format indoor di TB Silalahi Center selama satu hari saja. Tahun ini, kami mencoba melakukannya di lapangan terbuka (outdoor) selama tiga hari. Segala sesuatu menyangkut teknis maupun non teknis benar-benar dipersiapkan secara matang. Tak mudah memang. Namun, dengan keterlibatan berbagai pihak, kita menjadi lebih optimis," paparnya, Rabu (5/6).

Sedangkan co-director sekaligus manajer produksi TCWMF, Rithaony Hutajulu, menjelaskan tentang genre world music.

"World music itu awalnya istilah yang dipakai dalam dunia ethnomusicology untuk menyebutkan musik-musik tradisi dari seluruh kebudayaan dunia (1980-an). Di akhir abad 20, istilah ini diadopsi oleh industri musik menjadi sebuah genre musik baru yang ada hubungannya dgn ekspresi musik tradisi dunia. Misalnya, pemusik pop/jazz berkolaborasi dgn para pemusik tradisi dari India, Timur Tengah, Afrika, Jawa, Bali dan lainnya," jelasnya.

Rithaony menjelaskan, karya world music umumnya merepresentasikan musik-musik tradisi yang sudah berakar di masyarakat. Juga, musik baru yang memiliki unsur tradisi dunia atau sering disebut world fusion.

"World music kemudian berkembang dan menjadi sangat popular dalam bentuk-bentuk festival di dunia. Di Indonesia sendiri festival world music pertama pernah dibuat di Bali, yaitu Bali World Music Festival pada 2002. Kemudian diikuti beberapa kota lain seperti, Bandung (Jabar), Pekanbaru (Riau), Sawahlunto dan Padang (Sumbar) dan Banda Aceh (NAD)," paparnya.

Tahun ini, TCWMF 2019 mendapat dukungan banyak pihak, seperti Kementerian Pariwisata, Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT), Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), Pemkab Toba Samosir, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Koperasi-UKM, dan beberapa lembaga lainnya.

Direktur Pemasaran BPODT Basar Simanjuntak mengaku sengaja memilih lokasi festival yang jaraknya sekitar 25 dari Bandara Silangit dan Kota Balige.

"Agar para pengunjung dapat secara lebih mudah mengakses dan hadir meramaikan kegiatan festival. TCWMF 2019 ini merupakan bagian dari salah satu yang mengawali kalender event kepariwisataan di Danau Toba pada tahun ini. Festival ini diharapkan juga menjadi satu model pengembangan pariwisata berbasis kegiatan yang berkelanjutan di Danau Toba. Juga diharapkan dapat menjadi ajang berkumpulnya para komunitas world music dunia," paparnya.

Sementara Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani mengatakan, TCWMF 2019 akan diramaikan kelompok musisi bergenre world music yang sudah tidak asing lagi. Diantaranya Suarasama (Irwansyah Harahap) dan Kua Etnika (Jaduk Ferianto), Mataniari (Toba roots music) feat Si Raja Seruling Marsius Sitohang.

Di samping itu, ada juga kelompok world/roots music dari luar negeri. Seperti FieldPlayers (Malaysia), Jade School Guzheng Ensemble feat Prof. Xiaoxin Xiao (China), Daniel Milan Cabrera-Deva Baumbach (Mexico), Community Creative (UNP Padang), Communal Primitive (USU Medan), Ensamble Musik Univ HKBP Nomensen Medan,  Ensambel Gendang Kampung (UNIMED Medan), dan beberapa talent lokal lainnya.

"Kami berharap event ini bisa mengangkat Danau Toba secara maksimal karena banyak musisi internasional yang dilibatkan. Kami juga berharap gema dari event ini akan terdengar kencang. Musisi-musisi yang terlibat pun tidak main-main. Kualitasnya sangat mendunia," paparnya.

Sedangkan Menteri Pariwisata Arief Yahya menilai treatment khusus memang harus didapat Danau Toba sebagai Destinasi Super Prioritas.

"Dengan statusnya sebagai Destinasi Super Prioritas, Danau Toba membutuhkan atraksi berkelas. Atraksi yang bisa menghadirkan banyak wisatawan, dan membuat wisatawan tertarik," papar Menteri lulusan Telematika Umiversity of Surrey itu.

 

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya