Status Ma'ruf Amin, Baju Putih hingga Sabda Nabi di Sengketa Pilpres 2019

Jawaban atas tudingan kubu Prabowo-Sandiaga Uno rampung dibacakan KPU, Bawaslu dan kubu Jokowi-Ma'ruf Amin dalam sidang sengketa pilpres di MK.

oleh Rita AyuningtyasDelvira HutabaratIka Defianti diperbarui 19 Jun 2019, 00:01 WIB
Diterbitkan 19 Jun 2019, 00:01 WIB
Sidang Sengketa Pilpres
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman didampingi sejumlah Hakim Konstitusi memimpin sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/6/2019). Sidang itu memiliki agenda pembacaan materi gugatan dari pemohon. (Lputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Jawaban atas tudingan kubu Prabowo-Sandiaga Uno rampung dibacakan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu dan kubu Jokowi-Ma'ruf Amin dalam sidang sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).

Tim hukum Prabowo-Sandi, dalam surat permohonannya, mencantumkan 7 petitum atau tuntutan. Salah satunya menyatakan Jokowi-Ma'ruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif.

Pada jawabannya, KPU diwakili Ali Nurdin sebagai kuasa hukum menyebut pihak Prabowo-Sandi gagal paham tentang Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) dalam proses pemilihan Presiden-Wakil Presiden 2019.

Saat menjawab tuduhan pihak Prabowo-Sandi sebagai pemohon dalam sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), Ali menjelaskan bahwa adanya kekeliruan tidak bisa dicap adanya kecurangan oleh penyelenggara pemilu. Kekeliruan ini dituding pemohon, pihak Prabowo-Sandi, sebagai bentuk kecurangan terstruktur.

"Kalau benar terjadi kesalahan input data maka tidak bisa disimpulkan adanya rekayasa untuk manipulasi perolehan suara," ujar Ali, Jakarta, Selasa (18/6/2019).

KPU sebagai pihak termohon mengaku heran atas tudingan pihak Prabowo-Sandi terkait dugaan kecurangan saat proses rekapitulasi suara, sementara tidak ada protes ataupun keberatan pihak Prabowo-Sandi di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Lebih lanjut, Ali menjelaskan Situng hanya sebagai alat bagi KPU untuk menerapkan sikap transparan terhadap masyarakat, dan itu bukan acuan penetapan hasil pemilihan umum.

"Dengan demikian pemohon telah keliru atau gagal paham dalam menempatkan situng pada proses perhitungan rekapitulasi hasil penghitungan suara," tandas Ali.

Petitum Diskualifikasi Paslon 01

Tim hukum Prabowo-Sandi juga meminta MK mendiskualifikasi pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin karena calon wakil presiden nomor urut 01 itu menduduki jabatan di anak perusahaan BUMN. Namun, dalam sidang di MK, Bawaslu membeberkan pernah meloloskan caleg Partai Gerindra dengan kasus yang sama.

Berkenaan dengan syarat calon dengan status Karyawan BUMN, Ketua Bawaslu Abhan menyatakan perhah menerima, memeriksa, dan mengadili sengketa proses pemilu terkait keberatan Partai Gerinda terhadap Keputusan KPU yang menyatakan Bakal Calon DPR Dapil VI Jawa Barat tidak ditetapkan dalam DCT Anggota DPR RI Pemilu Tahun 2019 atas nama Mirah Sumirat, SE., dengan status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) karena dianggap sebagai pegawai BUMN. Dalam kasus ini Mirah Sumirat tidak menyerahkan surat pengunduran diri sebagai karyawan dari anak perusahaan BUMN PT JLJ.

"Putusan Bawaslu Nomor 033/PS.REG/BAWASLU/IX/2018 menyatakan bahwa Bakal Calon DPR Dapil VI Jawa Barat atas nama Mirah Sumirat, SE Memenuhi Syarat sebagai calon Anggota DPR RI Dapil VI Partai Gerinda. Bawaslu menilai Mirah Sumirat S.E. bukan karyawan perusahaan BUMN melainkan karyawan anak perusahaan BUMN," ungkap Abhan di sidang sengketa pilpres di MK, Selasa (18/6/2019).

Terkait status Ma'ruf Amin, Abhan mengaku pihaknya telah menerima dokumen KPU tentang Tanda Terima dan Hasil Penelitian Kelengkapan Dokumen Syarat Pencalonan dan Syarat Calon Bakal Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Dalam Pemilihan Umum Tahun 2019.

"Dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa berdasarkan hasil penelitian terhadap penelitian pendaftaran Bakal Pasangan Calon dinyatakan diterima dan dapat dilanjutkan ke tahap berikut," kata Abhan.

Anggota tim hukum TKN Luhut Pangaribuan berdebat dengan Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Perdebatan dimulai terkait ucapan Bambang bahwa terdapat beberapa saksinya yang mendapat ancaman, dan butuh perlindungan dari LPSK. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Amin juga membeberkan bukti soal status cawapres 01 itu sebagai Dewan Pengawas Syariah di BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri.

Pertama, KPU telah melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administratif bakal pasangan calon sebelum menetapkan dan mengumumkan nama pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.

Setiap proses verifikasi pun diawasi oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu). Ini sesuai dengan Pasal 239 Undang-Undang Pemilu. Oleh karena itu, lanjut Luhut, apabila ditemukan pelanggaran ataupun kelalaian sehubungan dengan penetapan pasangan calon, baik pemohon maupun masyarakat, dapat mengadukannya kepada Bawaslu.

Ini juga diatur dalam perundang-undangan dan jika para pengadu merasa tidak puas atas putusan Bawaslu, pelapor membawa permasalahan ini ke PTUN.

"Dengan demikian, penyelesaian masalah terhadap persyaratan calon ini, bukanlah menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutuskannya. Pada faktanya, sampai dengan saat ini tidak pernah ada pengajuan keberatan ataupun aduan yang dilakukan oleh pemohon maupun masyarakat kepada Bawaslu," kata Luhut.

Kalau pun ada pengaduan, lanjut dia, jangka waktu pengajuan laporan dugaan pelanggaran pemilu tersebut telah lewat waktu. Seharusnya, aduan ini dapat diajukan dalam waktu 7 hari sejak diketahuinya dugaan tersebut.

"Terlebih lagi, Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kompetensi absolut untuk menerima, memeriksa dan memutus adanya pelanggaran persyaratan pendaftaran pasangan calon sebagaimana Pasal 227 UU Pemilihan Umum. Kompetensi absolut dimaksud hanya dimiliki oleh Pengadilan Tata UsahaNegara. Bahwa berdasarkan pada uraian tersebut, dalil Pemohon tidak berdasar secara hukum dan karenanya patut untuk dikesampingkan," ucap Luhut menjelaskan argumen soal tudingan ke Ma'ruf Amin.

Luhut Pangaribuan menegaskan, BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri bukanlah BUMN. Dia menuturkan, berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 19 Tahun 2003, Badan Usaha Milik Negara harus memiliki modal langsung dari kekayaan negara.

Pasal tersebut berbunyi, "BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan."

Berdasarkan ketentuan tersebut, sambung dia, BUMN adalah perusahaan yang modalnya harus secara langsung dimiliki oleh negara, dengan kata lain harus melalui penyertaan secara langsung. Penyertaan secara langsung tersebut harus ditetapkan dengan suatu Peraturan Pemerintah dan suatu keputusan RUPS.

Berdasar Anggaran Dasar PT Bank BNI Syariah, saham PT Bank BNI Syariah dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 99.94 % dan PT BNI Life Insurance sebesar 0,06%. Ini sesuai dengan Pernyataan Keputusan Para Pemegang Saham Sebagai Pengganti Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Bank BNI Syariah, pada 7 Januari 2016, yang dibuat di hadapan notaris Fathiah Helmi di Jakarta.

Begitu juga halnya dalam Pernyataan Keputusan di Luar Rapat Umum Pemegang Saham PT Bank Syariah Mandiri Nomor 09 tanggal 7 Desember 2016. Pada keputusan itu, komposisi pemegang saham PT Bank Mandiri Syariah, adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar 99,9999998% dan PT Mandiri Sekuritas 0,0000002%.

"Dengan demikian, jelas tidak ada sedikit pun modal PT Bank BNI Syariah ataupun PT Bank Syariah Mandiri yang dimiliki oleh Negara melalui suatu penyertaan langsung, sebagaimana dipersyaratkan dalam UU BUMN. Dengan demikian, jelas tidak ada satu rupiah pun modal PT Bank BNI Syariah ataupun PT Bank Syariah Mandiri yang dimiliki oleh Negara melalui suatu penyertaan langsung, sebagaimana dipersyaratkan dalam UU BUMN," kata Luhut.

Oleh karena itu, lanjut dia, Ma'ruf Amin bukanlah karyawan dan/atau pejabat BUMN.

Cawapres nomor urut 01 Ma'ruf Amin menyampaikan pendapatnya saat debat cawapres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/3). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Posisi cawapres 01 adalah sebagai Dewan Pengawas Syariah. Posisi ini jelas bukan karyawan karena tidak diangkat sebagai karyawan di PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syariah.

Posisi Dewan Pengawas Syariah adalah hasil dari proses rekomendasi Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia, sebagaimana hal tersebut secara tegas diatur dalam Pasal 7 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Bank Umum Syariah Nomor 11/3/PBI/2019.

Ma'ruf Amin juga bukan pejabat PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syariah karena sebagai bertanggung jawab kepada DSN MUI, bukan RUPS layaknya direksi dan komisaris.

"Dengan demikian, tidak ada kewajiban Calon Wakil Presiden Nomor Urut 01 untuk mundur dari jabatannya sebagai Dewan Pengawas Syariah sebagaisyarat mengikuti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia," tukas Luhut di sidang sengketa pilpres.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Baju Putih, THR PNS, dan Sabda Nabi

Yusril Jawab Gugatan Prabowo-Sandi di Sidang MK
Ketua Tim Hukum Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra memberi keterangan dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Yusril menyebut kubu Prabowo-Sandiaga dinilai membangun konstruksi soal dugaan terjadinya kecurangan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Amin pun menyatakan, dalil Pemohon mengenai adanya tekanan psikologis dan intimidatif bagi pemilih karena ajakan menggunakan baju putih saat mendatangi TPS di hari pemungutan suara, berlebihan.

"Ini sangat berlebihan karena faktanya pada hari pemungutan suara berlangsung aman, tidak ada satupun laporan intimidasi kepada para pemilih yang ditemukan atau dilaporkan kepada Bawaslu atau Kepolisian, bahkan realitasnya partisipasi pemilih meningkat secara drastis," kata anggota kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, Luhut Pangaribuan dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (18/6/2019).

Luhut menuturkan, faktanya pihak Pemohon juga mengajak pemilihnya untuk menggunakan baju putih sebagaimana disampaikan dalam surat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Nomor: 053/BPN/PS/IV/2019 bertanggal 12 April 2019 yang ditandatangani oleh Jend TNI (Pur) Djoko Santoso selaku Ketua dan Hanafi Rais selaku Sekretaris.

"Apakah berarti Pemohon juga telah melakukan hal yang sama, yakni melakukan tindakan intimidatif dan tekanan psikologis kepada para pemilih? Apakah hanya karena Joko Widodo adalah Presiden petahana, maka otomatis pernyataannya menjadi intimidatif dan mengandung tekanan psikologis kepada para pemilih?" ucap dia.

"Inilah cara pandang bias-anti-petahana yang sangat fatal dan kebablasan, yang mengarah pada kebencian terhadap petahana," kata Luhut.

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman didampingi sejumlah Hakim Konstitusi memimpin sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/6/2019). Sidang itu memiliki agenda pembacaan materi gugatan dari pemohon. (Lputan6.com/Johan Tallo)

Dia juga menegaskan tak ada modus vote buying atau money politics saat pemberian THR dan gaji ke-13 bagi PNS.

Menurut Luhut, pemberian THR dan gaji ke-13 bagi PNS itu adalah 7 program pemerintah. Ketujuh program pemerintah itu adalah menaikkan gaji dan membayar rapelan gaji PNS, TNI dan Polri, menjanjikan pembayaran gaji ke-13 dan THR lebih awal, menaikkan gaji perangkat desa, menaikkan dana kelurahan, mencairkan dana bansos, menaikkan dan memercepat penerimaan PKH (Program Keluarga Harapan), dan menyiapkan skema rumah DP 0% untuk ASN, TNI, dan Polri.

Semua program tersebut, kata Luhut, dibuat dengan berdasarkan pada ketentuan hukum. Kenaikan gaji PNS misalnya ditetapkan berdasarkan PP No. 15 Tahun 2019, gaji perangkat desa ditetapkan berdasarkan PP No. 11 Tahun 2019, program PKH didasarkan pada Permensos No. 10/2017 juncto Permensos No. 1/2018.

Lalu Program DP 0% bagi PNS, Polri, dan TNI, kata Luhut merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bagi Aparatur Sipil Negara dan oleh banyak kalangan direspon positif sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi praktik korupsi mengingat rumah merupakan kebutuhan primer.

Sementara, pembayaran gaji ke-13 dan THR merupakan program rutin tahunan yang tidak terkait dengan Pemilu.

"Kebetulan pembayaran gaji ke-13 dan THR kali ini berdekatan dengan waktu Pemilu dan faktanya tidak diberikan sekaligus," ujar dia.

Ketua Tim Hukum Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra memberi keterangan dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Menurut Tim Jokowi, gugatan kubu Prabowo hanya berdasarkan asumsi tanpa dalil dan bukti-bukti yang kuat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra kemudian meminta Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terkait sengketa hasil Pilpres 2019. Sebelum membacakan petitum tersebut, Yusril sempat membacakan pesan yang disampaikan Nabi Muhammad SAW, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra.

"Sabda beliau: law yu’tha an naasu bi da’wa hum, lad da’a rijalun amwala qaumin wa dima’a hum, lakin al baiyinatu ‘alal mudda’i wal yaminu ‘ala man ankara. Terjemahan bebasnya: Seandainya manusia diberikan kebebasan untuk menuduh, maka orang-orang akan seenaknya menuduh/mengklaim kepemilikan harta dan hak terhadap nyawa orang lain. Akan tetapi, bukti itu wajib bagi penuduh, dan sumpah bagi yang mengingkari tuduhan," kata Yusril.

Sejalan dengan ini, jelas dia, prinsip beban pembuktian kepada pihak yang menuduh telah menjadi postulat dasar dalam hukum acara di mana pun sebagaimana tercermin dalam legal maxim yang berbunyi: actori incumbit probatio.

Terhadap seluruh dalil-dalil Pemohon dalam Permohonan Barunya yang yang belum ditanggapi oleh Pihak Terkait, secara spesifik dinyatakan tidak benar dan tidak memiliki kausalitas dengan perolehan suara dan hasil Pemilu. Sebab, tidak diuraikan secara jelas aspek sistematis dan terstrukturnya atau setidaknya tidak berhubungan dengan Pihak Terkait.

"Bahwa berdasarkan pada seluruh uraian di atas, beralasan bagi Mahkamah untuk menyatakan dalil-dalil Pemohon tidak beralasan hukum seluruhnya dan Permohonan Pemohon karenanya patut untuk dinyatakan ditolak untuk seluruhnya," Yusril menegaskan.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya