Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) dalam waktu dekat membacakan putusan sengketa hasil Pilpres 2019 yang dimohonkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sidang rencananya digelar pada Kamis 27 Juni 2019.
Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK, Fajar Laksono Soeroso mengatakan, Kepaniteraan MK telah mengirimkan surat pemberitahuan sidang pembacaan putusan kepada seluruh pihak yang berperkara.
"Surat pemberitahuan panggilan sudah disampaikan melalui surat elektronik tadi, sekitar pukul 14.15 WIB," ujar dia seperti dilansir dari Antara, Jakara, Selasa 24 Juni 2019.
Advertisement
Ia menjelaskan, hukum acara di MK mengharuskan pihaknya untuk mengirimkan surat pemberitahuan kepada seluruh pihak yang berperkara paling lambat tiga hari sebelum sidang.
"Sidang di MK itu memang harus memberitahukan para pihak, artinya tidak sekonyong-konyong undangan hari ini, kemudian sidang di hari ini juga," kata dia.
Ia juga mengungkapkan, seluruh pihak yang berperkara juga sudah mengirimkan surat konfirmasi, bahwa seluruhnya akan hadir pada pembacaan putusan yaitu pada Kamis (27/6/2019) mendatang.
Sejumlah pakar hukum turut memprediksi putusan yang akan diketuk hakim MK. Misalnya saja, seperti yang diutarakan Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun.
Refly menyebut bahwa bukti dan keterangan saksi yang disampaikan Tim Hukum Prabowo-Sandiaga selama sidang sengketa Pilpres 2019 di MK belum dapat menjawab dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
"Menurut saya pembuktian kemarin lemah," kata Refly saat dihubungi Liputan6.com, Senin 24 Juni 2019.
Refly memprediksi, hasil putusan hakim MK akan menolak permohonan pemohon. Sebab, saksi yang dihadirkan belum dapat menjawab dan membuktikan dugaan kecurangan dalam Pilpres 2019.
"Saya katakan The Game is Over, karena hakim selama ini memutus berdasar apa yang di persidangan, bukan keyakinan publik," jelas Refly.
Menurut Refly, satu-satunya permohonan yang bisa saja dikabulkan hakim yakni soal status calon wakil presiden Ma'ruf Amin sebagai Dewan Pengawas Bank Syariah.
"Saya kira tinggal itu satu-satunya perdebatan. Saya tidak tahu bagaimana hakim memutus karena dari persidangan isu ini belum tereksploitasi dengan baik," Refly menyudahi.
Refly berpandangan, sulit membuktikan adanya kekeliruan, kesalahan, bahkan kecurangan dalam hitung suara berjenjang.
"Sejak awal saya katakan, kalau yang dicari itu hitungan selisih suara secara faktual itu agak sulit, kalau pileg masih mungkin karena calonnya banyak, tetapi kalau pilpres susah dikaitkan dengan hitungan," tutur Refly.
Lain halnya dengan Pakar Hukum Tata Negara lainnya, Mahfud MD. Mantan Ketua MK ini tak eksplisit menyebut siapa yang bakal menang dalam sidang MK ini.
Mahfud memprediksi, akan ada silang pendapat pendapat atau disenting opinion antara hakim dalam memutus sengketa hasil pilpres. Menurutnya, disenting opinion merupakan hal yang wajar.
"Sesuai Undang-undang itu mungkin, menurut Undang-undang hakim boleh buat disenting, tapi kalau untuk Pilpres ini kita lihat saja nanti," tutur Mahfud saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Mahfud juga menggambarkan, bagaimana perdebatan antara hakim itu terjadi dalam rapat pemusyawaratan hakim (RPH). Bahkan, kata dia, perdebatan berlangsung sengit antara satu hakim dengan hakim lainnya.
Di dalam ruang rapat, para hakim dipersilakan menuliskan pandangannya. Jika belum bulat satu suara, maka voting bisa dilakukan.
"Voting jika belum ada kesepakatan, sesudah vote ada yang menang, dan yang belum bersepakat boleh bergabung membuat pendapat berbeda," tutur Mahfud.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Optimistis Berjalan Aman
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) turut angkat bicara tentang putusan hasil sengketa pilpres. Ia yakin, sidang akan berjalan aman. JK yakin massa pendukung Prabowo-Sandiaga tidak akan menggelar aksi.
"Saya apresiasi Pak Prabowo yang menginstruksikan tidak ada aksi massa, tapi yang Anda tahu ya 21-22 Mei itu, kalau dulu tidak ada, jadi aman aman saja. Tapi saya yakin juga besok lusa ini akan aman-aman saja. Lagian sudah capek semua ," kata JK di kantornya, Jalan Merdeka Utara, Selasa (25/6/2019).
Terkait adanya informasi Persaudaraan Alumni (PA) 212 dan GNPF yang bakal menggelar demonstrasi, JK mengimbau untuk tidak melakukannya.
JK meminta para alumni 212 sebaiknya menggelar aksi bertajuk halalbihalal di masjid atau tempat yang lebih pantas.
"Kalau mau halalbihalal tentu di tempat yang pantaslah bukan di depan MK, masa halalbihalal di depan MK, kan itu enggak pantas, ya di Masjid Istiqlal," kata JK di kantornya, Jalan Merdeka Utara, Selasa (25/6/2019).
JK menjelaskan, tidak ada acara halalbihalal sambil menggelar demonstrasi. Hal tersebut melanggar etika serta mencederai makna halalbihalal.
"Namanya halalbihalal kan spirit keagamaan kan," ungkap JK.
Hal yang sama juga diutarakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan.
Ia juga yakin, pembacaan putusan sengketa pilpres akan berlangsung aman. Sebab, baik Prabowo ataupun capres nomor urut 01 Jokowi telah memberikan imbauan pada para pendukungnya.
"Kalau menurut saya dengan pesan dari Pak Prabowo dan Pak Jokowi, mereka berdua kan hubungannya baik. Saya kira dengan kedewasaan kita semua, mestinya sih enggak ada masalah," kata Luhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Luhut juga meminta semua pihak untuk menghormati apapun hasil putusan sengketa pilpres. "Kan ini tiap lima tahun kejadian seperti ini. Kenapa mesti sekali ini terus berantem," ucapnya.
Luhut berharap, pendukung Prabowo-Sandiaga untuk tidak datang ke MK saat pengumuman hasil putusan sengketa Pilpres 2019, Kamis (27/6/2019) mendatang.
"Ya saya pikir nurut saja ya sama Pak Prabowo. Kan Pak Prabowo sudah menyampaikan begitu, harapannya semua tenang-tenang lah," kata Luhut.
Â
Advertisement
Puluhan Ribu Personel Disiagakan
Kapolri Jenderal Tito Karnavian memastikan pihaknya mengerahkan sekitar 45 ribu personel gabungan TNI-Polri untuk mengamankan sidang putusan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang putusan rencananya digelar Kamis 27 Juni 2019.
"Saya berkoordinasi dengan panglima TNI, Bapak KSAD, kita sudah persiapkan pasukan, saya kira hampir 45 ribu ya," ujar Tito di Mabes Polri, Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (25/6/2019).
Tito mengatakan, kemungkinan pihaknya akan menutup sepanjang jalan dari dan menuju MK, agar sidang berjalan kondusif. Hal tersebut dilakukan untuk menghalau unjuk rasa.
"Kita akan jaga, kalau perlu kita tutup, kita tutup kemudian kalau tetap melaksanakan unjuk rasa, sepanjang kalau mengganggu kepentingan publik kita akan bubarkan," kata dia.
Dalam mengamankan gedung MK, Tito sudah mengintruksikan jajaran Polri untuk tidak membawa peluru tajam. Jika para pengunjuk rasa berulah, menurut Tito pihaknya sudah mengantongi prosedur tetap membubarkan massa aksi.
"Kalau para pelaku unjuk rasa baik-baik, ya pasti kita akan baik-baik, enggak ganggu masyarakat, kita juga pasti baik-baik, dari dulu gitu. Ratusan kali kita menangani kalau ada yang melakukan kerusuhan, pasti kita lakulan tindakan tegas, tapi tindakan tegasnya terukur. Maka saya perintahkan jangan bawa peluru tajam," kata dia.
Sementara, Polda Metro Jaya dan jajaran akan merazia massa dari luar Jakarta menjelang putusan MK terkait perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
"Betul, nanti kita akan razia gabungan bukan hanya lalu lintas (lantas) saja tetapi ada beberapa fungsi lain," kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusuf dikutip dari Antara, Jakarta, Minggu 23 Juni 2019.
Selain Polda Metro Jaya, Yusuf mengatakan instansi lain dari TNI maupun pemerintah daerah setempat akan terlibat kegiatan ini. Pihaknya akan memfilter massa dari luar Jakarta yang hendak mendatangi MK.
"Jika memang tujuannya tidak jelas akan disuruh kembali," ujar Yusuf.
Selain Razia, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menerjunkan 600 personel untuk mengatur arus lalu lintas di kawasan sekitar Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) saat pembacaan hasil putusan sidang sengketa Pemilu 2019.
"Untuk menangani rekayasa lalu lintas di depan Gedung MK, kurang lebih 600 personel," ujar Yusuf