Nasdem Sebut Pengakuan Capim KPK Johanis Diintervensi Jaksa Agung Fitnah

Nasdem menegaskan, melarang kadernya menyalahgunakan wewenang jabatannya di pemerintahan.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Agu 2019, 15:45 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2019, 15:45 WIB
Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Jhonny G Plate
Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Jhonny G Plate (Liputan6.com/Ahmad Romadoni)

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal DPP Partai Nasdem Johnny G Plate membantah pernyataan Capim KPK Johanis Tanak yang mengaku diintervensi Jaksa Agung HM Prasetyo saat masih menjabat sebagai Kajati Sulawesi Tengah.

Pernyataan Johanis disampaikannya ketika mengikuti tes wawancara dan uji publik sebagai Capim KPK. Ketika itu, Johanis tengah mengusut perkara mantan Gubernur Sulawesi Tengah Bandjela Paliudju yang merupakan kader Partai Nasdem.

"Ucapan Johanis tidak lengkap, tidak akurat, dan cenderung mengandung fitnah. Hal itu berdasarkan beberapa pertimbangan," kata Johnny dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis (29/8/2019).

Menurut Johnny, HM Prasetyo baru dilantik menjadi Jaksa Agung pada 20 November 2014. Sementara, Kejaksaan Tinggi Sulteng menetapkan Bandjela Paliudju sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dukungan perjalanan dinas, biaya pemeliharaan kesehatan, dan penunjang operasional gubernur, berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor: 289/R.2/Fd.1/11/2014, tertanggal 6 November 2014.

"Pada 29 November 2014, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Nasdem Sulteng memberhentikan sementara Bandjela Paliudju dari Jabatan Ketua Dewan Pembina Partai Nasdem serta mencabut sementara status keanggotaannya," katanya.

Dilansir Antara, DPW Partai Nasdem Sulteng kemudian memberhentikan Bandjela Paliudju sebagai kadernya sejak 2 Desember 2014. "Kejaksaan Tinggi menahan Bandjela Paliudju pada 9 Desember 2014," tuturnya.

Selajutnya, kata Johnny, jaksa menuntut Bandjela Paliudju hukuman pidana sembilan tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan, dan pidana tambahan berupa uang pengganti Rp 7,78 miliar subsider empat tahun penjara.

"Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Palu memutus bebas perkara tersebut. Jaksa Penuntut Umum langsung mengajukan kasasi dan akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Agung. Bandjela Paliudju divonis penjara tujuh tahun enam bulan, denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan serta wajib membayar uang pengganti Rp 7,78 miliar subsider tiga tahun penjara," jelasnya.

Dia menegaskan, Partai Nasdem memiliki pandangan dan sikap antikorupsi. Partai Nasdem mengusung antimahar dan antikorupsi sebagai sikap politik.

"Tanpa menunggu putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, apapun jabatannya, kader yang menjadi tersangka korupsi segera dipecat," ucap Johnny.

Partai Nasdem menekankan kepada seluruh kadernya yang menjadi menteri atau pejabat di pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk bekerja secara penuh. Nasdem juga melarang kadernya menyalahgunakan wewenang jabatannya.

"Hal itu termasuk tidak memperbolehkan semua menteri dari Partai Nasdem untuk maju sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2019," kata Johnny Plate memungkasi.

Saksikan Video Pilihan berikut Ini:

Pengakuan Johanis Tanak

Capim KPK Jaksa Johanis Tanak menjalani tes uji publik pansel capim KPK, Rabu (28/8/2019).
Capim KPK Jaksa Johanis Tanak menjalani tes uji publik pansel capim KPK, Rabu (28/8/2019). (Liputan6.com/ Fachrur Rozie)

Sebelumnya, Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) Jaksa Jonanis Tanak menceritakan pengalamannya menangani kasus korupsi di hadapan Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK.

Awalnya, Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha itu ditanya oleh anggota Pansel Capim KPK Al Araf saat uji publik. Al Araf bertanya apakah selama menjadi jaksa, Johanis pernah menerima intervensi politik.

Johanis menceritakan, saat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tengah, dia sempat menangani perkara mantan Gubernur Sulawesi Tengah Mayor Jenderal (Purn) Bandjela Paliudju.

"Saya melihat perkara tersebut cukup bukti memenuhi unsur pidana. Dan saya dipanggil oleh Jaksa Agung, dan saya menghadap Jaksa Agung," ujar dia di depan pansel capim KPK, Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).

Johanis mengatakan, saat itu Jaksa Agung M Prasetyo bertanya kepadanya soal sosok Bandjela. Johanis mengaku mengetahui sosoknya.

"Kamu tahu siapa yang kamu periksa? Saya bilang tahu, dia adalah pelaku dugaan tindak pidana korupsi, mantan Gubenur Mayor Jenderal Purnawirawan, putra daerah. Selain itu enggak ada lagi," kata dia.

Setelah mengatakan hal itu, Jaksa Agung kemudian mengatakan bahwa Bandjela adalah Ketua Dewan Penasihat Partai Nasdem Sulawesi Tengah. Saat itu pun, Johanis mengaku siap menerima arahan dari Jaksa Agung.

"Saya tinggal minta petunjuk saja ke bapak, saya katakan siap, bapak perintahkan saya hentikan, saya hentikan. Bapak perintahkan tidak ditahan, saya tidak tahan, karena bapak pimpinan tertinggi di Kejaksaan yang melaksanakan tugas-tugas Kejaksaan, kami hanya pelaksanaan," kata dia.

Dia kemudian menyampaikan kepada Jaksa Agung Prasetyo, ketika diangkat sebagai jaksa agung dianggap tidak layak karena berasal dari partai politik yaitu Nasdem. 

"Mungkin ini momen yang tepat untuk Bapak buktikan, karena ini dari golongan partai politik," ujar Johanis.

Pernyataan Johanis itu pun disambut oleh Jaksa Agung. "Oh iya benar juga," kata capim KPK itu menirukan pernyataan Jaksa Agung.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya