Anggota Komisi III DPR Ini Bantah Ada Operasi Senyap Lemahkan KPK

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan membantah, pembahasan revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dilakukan dewan secara diam-diam.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 07 Sep 2019, 15:53 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2019, 15:53 WIB
Pansus KPK
Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK Eddy Kusuma Wijaya (tengah) didampingi anggota Masinton Pasaribu (kiri), Arteria Dahlan (kedua kanan) memberikan keterangan pers terkait Ketua KPK Agus Rahardjo di Jakarta, Senin (20/9). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan membantah, pembahasan revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dilakukan dewan secara diam-diam.

Dia menegaskan, tak ada niat DPR untuk melemahkan KPK. Apalagi lewat revisi operasi senyap. Ia menyebut seluruh rapat di DPR, mulai dari Badan Musyawarah, Badan Legislatif hingga Rapat Paripurna, dilakukan secara terbuka, terjadwal dan terdokumentasi baik.

"Logika akal sehat, enggak mungkinlah di DPR ada operasi senyap, karena semuanya terjadwal dan terdokumentasi, secara transparan dan terbuka," kata Arteria di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (7/9/2019).

Arteria justru menantang pihak manapun untuk membuktikan bagian dalam draf revisi UU KPK yang disebut melemahkan lembaga antirasuah. Sebab, ia menilai, revisi UU KPK justru bakal memperkuat KPK.

"Dikatakan melemahkan, apa iya DPR gila? Dalam persepektif apa DPR mau melemahkan? Baca dulu. Bagian mana yang dikatakan melemahkan, semuanya masih existing, bahkan dilakukan penguatan," ucap Arteria.

Politikus PDIP itu heran dengan tudingan yang menyudutkan DPR. Sebab, ia mengklaim usulan revisi itu datang dari pimpinan KPK sendiri.

"KPK ingin kewenagan KPK dalam penyadapan dan merekam, ini kita lakukan, ini KPK sendiri. Kemudian Pembentukan Dewan Pengawas. ini nama Dewan Pengawas KPK, diksi yang pertama yang inisiasi mereka (KPK)," katanya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Poin-Poin Melemahkan

KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). Pemerintahan Provinsi Papua mendapat skor terendah yaitu 52,91. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Ada beberapa poin yang dianggap melemahkan KPK, Arteria menjelaskan poin penyadapan, menueutnya KPK tetap bisa melakukan penyadapan hanya saja dilakukan dengan aturan atau izin Dewan Pengawas.

"Okelah, karena tidak mau pake hakim, kita buat. Ini dari KPK sendiri Dewan Pengawas KPK," ungkapnya.

Selain itu, terkait usulan kewenangan menerbitkan SP3, hal itu menurutnya juga bertujuan untuk memberi kepastian hukum.

"Semua yang diinginkan telah direspon dengan cermat, khidmat, prosedural, melalui mekanisme-mekanisme yang berlaku di DPR," tandasnya.

Kata KPK

KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). Pemprov Papua merupakan daerah yang memiliki risiko korupsi tertinggi dengan. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menjelaskan, pihaknya belum membutuhkan revisi UU tersebut. Apalagi, DPR tak pernah memberitahu atau mengajak KPK dalam mengkaji subtansi revisi UU KPK.

"Yang jelas KPK tidak membutuhkan perubahan UU KPK," ujar Laode saat dikonfirmasi, Kamis (5/9/2019).

Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah juga menyatakan hal serupa. KPK belum membutuhkan revisi terhadap UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Menurut Febri, dengan UU KPK yang sudah ada, pihak lembaga antirasuah masih bisa bekerja maksimal.

"Justru dengan UU (yang sudah ada) ini KPK bisa bekerja menangani kasus-kasus korupsi, termasuk OTT serta upaya penyelamatan keuangan negara lainnya melalui tugas pencegahan," ujar Febri saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu 4 September 2019.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya