Peneliti LIPI: Revisi UU KPK Bentuk Kartel Politik di DPR

Komitmen dalam penegakan hukum serta pemerintah bersih, kata Haris, ternyata hanyalah bentuk pemanis bibir semata.

oleh Yopi Makdori diperbarui 10 Sep 2019, 15:54 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2019, 15:54 WIB
KPU Luncurkan Buku Pemilu
Peneliti LIPI Syamsuddin Haris (kanan). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris melihat rencana revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diinisiasi DPR RI mengisyaratkan lembaga legislatif itu sebagai kartel politik.

"Yang mengancam demokrasi dan masa depan kita sebagai bangsa. Kartel politik biasanya diikat oleh kepentingan jangka pendek yang sama," kata Haris di Kantor LIPI, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019).

Menurut dia, kepentingan jangka pendek tersebut ialah berburu rente atau rent seeking. Atau secara sederhana dimaknai sebagai tukar guling kepentingan beberapa pihak dengan melalui suatu kebijakan.

"Oleh sebab itu saya melihat, revisi UU KPK ini justru menelanjangi wajah asli partai politik kita di legislatif," tegas Haris.

Komitmen dalam penegakan hukum serta pemerintah bersih, kata Haris, ternyata hanyalah bentuk pemanis bibir semata.

"Bisa dikatakan sesuatu yang bullshit. Sesuatu yang omongan kosong," ujarnya.

Di sisi lain, Haris memandang ada hikmah di balik revisi UU KPK yang diusulkan DPR tersebut. Hikmahnya, lanjut dia, revisi itu telah mempersatukan partai pendukung pasangan calon presiden Joko Widodo dan Maruf Amin dengan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno untuk melemahkan KPK maupun sebaliknya.

"Hikmahnya adalah, Cebong dan Kampret bersatu membela KPK. Sebaliknya partai politik yang bertarung sengit saat pemilu justru bersatu hendak melumpuhkan KPK," ucap Haris.

Karena itu, di situasi seperti ini, dia meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi menentukan sikap keberpihakannya.

"Kita menunggu sikap Pak Jokowi dalam satu-dua minggu ini. Karena kita membutuhkan kepastian apakah Pak Jokowi akan membunuh KPK atau melindungi," kata Haris.

Karena menurut dia, jika Presiden melakukan pembelaan terhadap KPK artinya presiden telah melindungi demokrasi di Indonesia.

"Bagi kami, membela KPK adalah membela bangsa kita dan membela demokrasi kita," tandas Haris.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

LIPI Menolak Revisi

Sebelumnya, ratusan pegawai Lembaga Ilmu Penggunaan Indonesia (LIPI) menyatakan penolakan terhadap rencana revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh DPR RI.

"Sivitas LIPI yang bertanda tangan di bawah ini menentang setiap upaya yang berpotensi mengancam independensi dan melumpuhkan kinerja KPK melalui usulan revisi UU KPK," kata peneliti LIPI Dian Aulia di Gedung Widya Graha, LIPI, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019).

Para akademisi juga mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi supaya tegas menolak usulan revisi yang bisa melemahkan KPK itu.

"Kami mendesak Presiden Joko Widodo agar menolak revisi UU KPK yang bertujuan meniadakan independensi dan melumpuhkan kinerja KPK," tegas Dian.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya