Jokowi Diminta Tunjuk Plt atau Segera Lantik Pimpinan Baru KPK

Presiden Joko Widodo dan DPR RI diusulkan bersikap tegas untuk segera membekukan kepemimpinan Agus Rahardjo dan kawan-kawan dari pimpinan KPK.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Sep 2019, 04:24 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2019, 04:24 WIB
Presiden Jokowi Beri Keterangan Terkait Revisi UU KPK
Presiden Joko Widodo didampingi Kepala Staf Kepresiden Moeldoko dan Mensesneg Pratikno menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Jokowi menyatakan mendukung sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK. (Liputan6.com/HO/Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo dan DPR RI diusulkan bersikap tegas untuk segera membekukan kepemimpinan Agus Rahardjo dan kawan-kawan dari pimpinan KPK, kemudian segera menunjuk pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK, atau melantik pimpinan KPK baru secepatnya.

Mantan Komisioner Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), Peterus Selestinus, mengatakan hal itu melalui pernyataan tertulisnya, di Jakarta, Sabtu (14/9/2019), menyikapi langkah dari Ketua KPK Agus Rahardjo yang menyatakan mundur dan mengembalikan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden Joko Widodo.

Agus Rahardjo yang didampingi pimpinan KPK Saut Situmorang dan Laode M Syarif, menyampaikan pernyataan sikapnya di halaman Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/9) petang.

Menurut Petrus Selestinus, Agus Rahardjo dan kawan-kawan secara terbuka telah menyatakan menyerahkan kembali mandat pimpinan KPK kepada Presiden Joko Widodo, sehingga secara yuridis tanggung jawab pengelolaan tugas KPK, sejak Jumat (13/9) petang, dalam keadaan vakum, karena tidak mungkin Presiden Joko Widodo melaksanakan tugas-tugas pimpinan KPK.

Sebagai lembaga Negara, KPK telah kehilangan lima orang pimpinannya, karena tindakan pimpinan KPK mengembalikan mandatnya kepada Presiden identik dengan berhenti dari pimpinan KPK karena mengundurkan diri.

"Masalahnya, tindakan berhenti secara serentak dan secara kolektif, adalah prosedural dan bahkan merupakan tindakan pemboikotan," katanya.

Apalagi, cara menyampaikan berhentinya melalui konferensi pers di hadapan media, sehingga mekanisme pengembalian tanggung jawab pimpinan KPK kepada Presiden, dilakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan amanah dalam pasal 32 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK.

"Ini jelas memberi pesan kepada publik bahwa pimpinan KPK sedang melakukan manuver politik," katanya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Jadi Vakum

Presiden Jokowi Beri Keterangan Terkait Revisi UU KPK
Presiden Joko Widodo usai memberikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Jokowi mendukung ijin penyadapan dari dewan pengawas internal KPK serta status pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara. (Liputan6.com/HO/Kurniawan)

Koordiantor Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini menegaskan, implikasi hukumnya adalah terhitung Jumat (13/9) petang, KPK sebagai lembaga negara berada dalam kondisi kekosongan pimpinan. Berdasarkan amanah pasal 21 UU KPK, menurut Petrus, penyidikan dan penuntutan di KPK menjadi stagnan karena pimpinannya selaku penanggung jawab tertinggi di KPK vakum.

Petrus menilai, sikap pimpinan KPK yakni Agus Rahardjo dan kawan-kawan adalah memalukan, karena sebagai pimpinan lembaga negara yang superbody, ternyata pimpinan dinilai sangat lemah. "Agus Rahardjo dan kawan-kawan tidak memiliki karakter kepemimpinan yang kuat, tidak sekuat lembaga KPK yang superbody. Pimpinan KPK menyerah dari kritik dari masyarakat serta mudah didikte oleh apa yang disebut Wadah Pegawai KPK," katanya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya