Dewan Pers: Pasal Penghinaan Presiden di RUU KUHP dan UU Pers Tumpang Tindih

Menurut Agung, dengan adanya pasal penghinaan presiden, pers menjadi terbelenggu dengan ancaman pidana.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 21 Sep 2019, 14:28 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2019, 14:28 WIB
Menkumham Klarifikasi Isi Draft RUU KUHP
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly (kedua kiri) saat menyampaikan keterangan terkait penundaan pengesahan RUU KUHP di Graha Pengayoman Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Jumat (20/9/2019). Menkumham juga mengklarifikasi beberapa isu terkait draft RUU KUHP. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Pers mengkritisi pasal penghinaan presiden dan wapres dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RUU KUHP yang dapat mengancam kebebasan pers. Pasal 218 dalam RUU KUHP dinilai akan tumpang tindih dengan UU Pers.

"Kalau kita lihat ini terlihat tumpang tindih. Di mana dalam UU Pers itu muncul di alam demokrasi," ujar anggota Dewan Pers Agung Dharmajaya dalam sebuah diskusi di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/9/2019).

Dia mengatakan, sejatinya tugas seorang wartawan adalah menyampaikan gagasan kepada publik. Namun, dengan adanya pasal penghinaan presiden, pers menjadi terbelenggu dengan ancaman pidana.

"Kalau ranahnya pers kan jelas. Ketika ada persoalan yang menyangkut ranah pers maka larinya bukan pidana, justru ini jadi debatable malah. Ini justru perdata," jelas Agung.

"Ujung-ujungnya orang dihukum penjara. Jadi bagi teman-teman media harus berpikir dua kali (menyampaikan berita)," sambung Agung.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menjelaskan perihal pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam RUU KUHP. Menurutnya hal itu tidak akan membatasi hak berekspresi masyarakat.

Karena yang bisa dipidanakan, kata Yasonna ialah mereka yang menyerang pribadi presiden atau wakil presiden. Bukan mereka yang mengkritisi kebijakannya.

"Yang pada dasarnya merupakan penghinaan yang menyerang nama baik atau harga diri presiden atau wakil presiden di muka umum," kata Yasonna di Kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Jumat (20/9/2019).

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Isi Pasal 218 RUU KUHP

Termasuk, lanjut Yasonna, penghinaan melalui surat, memfitnah dan menghina dengan tujuan memfitnah. Karena penghinaan merupakan perbuatan tercela baik dari sisi moral, agama, nilai kemasyarakatan dan juga HAM. Selain itu, delik pada pasal tersebut merupakan delik aduan.

Beberapa pihak mengkhawatirkan keberadaan Pasal 218 menyangkut penghinaan presiden dan wapres dalam RUU KUHP akan membuat kebebasan berekspresi dibatasi.

Pasal tersebut berbunyi: (1) Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya