Liputan6.com, Jakarta - Wacana hukuman mati pada koruptor terus bergulir. Menteri Koordiator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengatakan hal terkait bisa saja memiliki payung hukum bila dituliskan di revisi kitab undang-undang hukum pidana RKUHP yang saat ini tengah digodok Parlemen.
"Kalau ingin lebih tegas lagi, hukuman mati harus diberlakukan kepada koruptor, itu bisa diselipkan di dalam rancangan kitab UU hukum pidana yang sekarang sedang kita bahas lagi. Dimana jenis hukumannya mengenal juga hukuman mati," kata Mahfud saat membuka acara Kawal Pemilu 2020 di Gedung iNews, Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2019).
Mahfud melanjutkan, beleid hukuman mati dalam KUHP belum menulis secara jelas dapat dijatuhkan kepada koruptor.
Advertisement
Bahkan, dalam UU No 31 tahun 1999 tentang tindak pidana pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor) yang kemudian diperbarui menjadi UU No 30 tahun 2002, hukuman mati dapat diterapkan kepada koruptor hanya pada tindak kejahatan korupsi yang berhubungan dengan bencana alam.
"Jadi penjelasannya keadaan tertentu itu bencana alam, dalam keadaan krisis," jelas mantak Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Selain itu, Menko Mahfud juga mewanti, penerapan hukuman mati pada koruptor perlu diperhatikan berapa banyak kerugian negara yang disebabkan, bagaimana mengukurnya, dan pembuktiannya.
"Korupsi itu ya sudah kalau terbukti melakuakn sekian bisa dilakukan hukuman mati gitu ya. Jadi ada besaran korupsinya seperti apa begitu," Mahfud menandasi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Mesti Dikaji Mendalam
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menyebut, hukuman mati untuk koruptor sebenarnya sudah diatur dalam undang-undang. Hukuman ini diberikan apabila seseorang melakukan korupsi dana bencana alam.
"Yang dimungkinkan itu kan kepada orang yang melakukan korupsi terhadap bencana alam, yang menyangkut itu. Tapi kan dalam praktik pernah ada di Lombok yang gempa baru ada kasus seperti itu, tapi kan hukumannya, itu kan ancaman maksimal," kata Yasonna di Istana Negara, Jakarta, Senin (9/11/2019).
Yasonna belum berani memastikan, apakah pemerintah sudah siap untuk menerapkan hukuman mati terhadap koruptor. Menurutnya, hal itu baru berupa wacana dari Presiden Jokowi.
"Itu Pak Presiden bilang kalau ada wacana itu akan dibahas nanti. Tapi UU-nya sekarang kan ada, yang jelas ada, tapi belum pernah dipakai juga," ucapnya.
Menurut Yasonna, penerapan hukuman mati bagi koruptor khususnya yang melakukan korupsi dana bencana alam harus dikaji mendalam. Jika nilainya besar, tidak ada ampun.
"Itu semua dalam pertimbangan. Kalau memang bencana alam, tapi dia korupsi Rp 10 juta, kan ada variabel-variabel yang harus dipertimbangkan. Kalau misalnya ada dana bencana alam 100 miliar, dia telan 25 miliar, wah itu sepertiga dihabisi sama dia. Ya itu lain cerita," ujar Yasonna.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)