Korban Covid-19 Terus Bertambah, Pemerintah Disarankan Segera Lakukan Lockdown

Ada 3 kategori lockdown yang bisa menjadi pertimbangan pemerintah.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 17 Mar 2020, 21:12 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2020, 21:12 WIB
Kerabat Pasien Corona Depok Dibawa ke RSPI Sulianti Saroso
Petugas Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengenakan pakaian pelindung khusus saat menangani pasien yang diduga terinfeksi Corona di Gedung Mawar RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta, Senin (2/3/2020). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Orang dengan positif virus corona atau Covid-19 di Indonesia bertambah menjadi 172 per Selasa (17/3) pukul 15.45 WIB. Anggota komisi VI DPR RI, Putu Supadma Rudana mengusulkan agar lockdown segera dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah.

Menurut dia, apa yang terjadi Senin 16 Maret kemarin, dengan penumpukan masyarakat di transportasi massal, menandakan masyarakat tidak mengindahkan social distancing yang diminta pemrintah.

"Saya melihat, social distancing yang disarankan pemerintah kurang efektif, masyarakat tetap keluar rumah dan justru malah menimbulkan keramaian yang mempermudah penyebaran virus di tempat umum ataupun sarana transportasi. Antrean yang menumpuk, masyarakat diliburkan malah pergi berlibur, perusahaan yang masih memperkerjakan karyawannya, ini artinya pemerintah belum berhasil mengontrol masyarakatnya untuk melakukan 'perang dengan corona'. Saran saya segera lockdown, saya tidak tidak rela jika Presiden, Wapres dan Menteri lainnya juga terkena corona," kata Putu dalam keterangannya, Selasa (17/3/2020).

Dia menegaskan, ada 3 kategori Lockdown yang bisa menjadi pertimbangan Yang pertama, lockdown total seperti di Spanyol, Prancis dan kondisi Eropa total lockdown menyerupai shutdown dan pihak keamanan menjaga tiap sudut agar masyarakat tidak keluar rumah, jika keluar rumah pun hanya untuk membeli kebutuhan kesehatan dan kebutuhan pokok, itupun sangat dibatasi jumlahnya per-keluarga.

Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen ini menerangkan, yang kedua partial lockdown yang sudah dilakukan di Indonesia, sekolah ditutup perguruan tinggi ditutup, banyak instansi meliburkan para pekerjanya dengan bekerja di rumah, penutupan tempat-tempat hiburan, tempat keramaian seperti Pemprov DKI menutup Ancol, Kota Tua, museum-museum dan pembatalan berbagai kegiatan yang melibatkan orang banyak.

"Ketiga, local lockdown bisa dimaknai sebagai kondisi di mana perorangan mengisolasi diri, keluarga tidak bepergian hanya di rumah, satu kawasan di-lockdown, satu desa di-lockdown, ataupun satu area di-lockdown. Jadi pemerintah Jokowi jangan over reaction dengan kata lockdown," ungkapnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Perlu Koodinasi Pusat Daerah

Dia menuturkan, ketiga kategori lockdown tadi memerlukan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Harus saling bersinergi dan sinkronisasi.

"Di sinilah peran presiden menjadi dirijen agar melakukan orchestrasi nasional dalam menangkal pandemi corona ini," pungkasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menegaskan, kebijakan lockdown merupakan wewenang dari pemerintah Pusat. Kebijakan tersebut tidak boleh diambil oleh pemerintah daerah.

"Saat ini tidak ada kita berpikiran ke arah kebijakan lockdown," tegasnya dalam keterangan pers di Istana Bogor, Senin (16/3/2020).

Dia menambahkan, ada langkah lain selain lockdown dalam menangkal penyebaran covid-19. Hal tersebut dapat dilakukan dengan sejumlah kegiatan yang sifatnya memutus mata rantai penyebaran virus.

"Yang penting dilakukan bagaimana kita mengurangi mobilitas orang dari satu tempat ke tempat lain, jaga jarak, dan mengurangi keramaian orang yang membawa risiko besar penyebaran covid-19," ujar Jokowi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya