Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut program pencegahan korupsi di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua dalam bidang perbaikan tata kelola pemerintahan, penyelamatan keuangan dan aset daerah serta tugas khusus lainnya mengalami peningkatan pada 2019.
Meski demikian capaian pencegahan korupsi di Pemprov Papua dinilai KPK masih di bawah rata-rata nasional. Untuk itu, KPK meminta Pemprov Papua memenuhi dan menjalankan rencana aksi yang tertuang dalam beberapa indikator yang telah dilaksanakan sejak tahun 2018.
Baca Juga
"Dari evaluasi KPK, Pemprov Papua terjadi peningkatan capaian di tahun 2019 dari tahun 2018. Namun, secara keseluruhan capaian Pemprov Papua masih di bawah rata-rata nasional," ujar Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding, Selasa (5/5/2020) malam.
Advertisement
Dipaparkan Ipi, capaian monitoring for prevention (MCP) tahun 2019 terkait delapan area intervensi perbaikan tata kelola pemerintahan daerah meningkat menjadi 34 persen dibanding capaian tahun 2018 sebesar 25 persen.
"Namun, dibandingkan rata-rata nasional, Pemprov Papua masih jauh di bawah rata-rata yaitu 68 persen untuk tahun 2019 dan 58 persen untuk tahun 2018," kata Ipi.
Maka dari itu, di masa pandemi virus corona atau Covid-19 ini, KPK meminta Pemprov Papua membenahi basis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau data penerima bantuan sosial se-Provinsi Papua.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bantuan Tepat Sasaran
Pembenahan ini untuk memastikan bantuan sosial yang dialokasikan tepat guna dan tepat sasaran, terutama karena diperkirakan jumlah penerima yang bertambah sebagai dampak pandemi virus corona atau Covid-19.
"KPK meminta agar dalam penyaluran bansos tetap memperhatikan kaidah-kaidah aturan yang ada," kata Ipi.
Selain itu, KPK juga mengingatkan pada masa pandemi saat ini prioritas yang harus dilakukan pemda adalah memastikan bansos dapat menjangkau kepada semua masyarakat yang terdampak dan bergantung pada bantuan pemerintah.
"KPK juga mengingatkan agar mekanisme pemberian bansos dapat mengantisipasi terjadinya duplikasi bantuan ataupun penyaluran bantuan fiktif," kata Ipi.
Advertisement